PREVALENSI PENDERITA THYPUS
YANG DI PERIKSA MENGGUNAKAN WIDAL DI PUSKESMAS SINGOSARI
Oleh
Adisti Wulandari
Dosen Analis Kesehatan Akademi Analis Kesehatan Malang
INTISARI
Penelitian ini bertujuan
mengetahui prevalensi penderita thypus
yang diperiksa menggunakan widal di Puskesmas Singosari..Penelitian
ini menggunakan desain
deskriptif, populasi dalam penelitian
adalah penderita yang mengunjungi dan menjalani pemeriksaan widal di
Puskesmas Singosari,
sebanyak 156 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah penderita umur 5-22
tahun sebanyak 60 orang. Pengumpulan data mengambil data sekunder dari
Puskesmas Singosari.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi penderita thypus umur 5-9 tahun 21 orang, umur
10-14 tahun 10 orang, umur 15-19 tahun 10 0rang dan umur 20-22 tahun 19
orang.Jenis obat yang dipakai di Puskesmas Singosari yaitu Chlorampenikol, Paracetamol,
cotrim , Amoxilin dll.
Prevalensi penderita thypus
tiap tahunnya berbeda kebersihan, pengetahuan orang tua, dan peran tenaga
kesehatan merupakan faktor penting untuk meminimalisir penyakit yang endemis di
Indonesia. Peran orang tua dalam membiasakan hidup bersih sejak dini, penanganan
tepat saat terjadi gejala, dan pemberian obat secara teratur, diet dan patuh
pada saran dokter juga berpengaruh dalam kesembuhan penderita serta mencegah
kekambuhan. Daya tahan tubuh juga harus ditingkatkan seperti gizi yang baik,
tidur 7-8 jam/hari, olah raga secara teratu. Bagi orang yang pernah mengalami
penyakit Thypus sebaiknya tidak
melakukan kegiatan yang sangat melelahkan. Karena akan lebih mudah kambuh
kembali daripada orang yang sama sekali belum menderita Thypus. Untuk mencegah agar seseorang terhindar dari penyakit ini
kini sudah ada Vaksin Thypus atau Thyphoid yang disuntikkan atau secara
minum obat dan dapat melindungi seseorang dalam waktu 3 tahun .
PENDAHULUAN
Tipes atau thypus adalah penyakit infeksi bakteri pada usus halus dan
terkadang pada aliran darah yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi atau Salmonella
paratyphi A, B dan C, selain ini dapat juga menyebabkan gastroenteritis
(keracunan makanan) dan septikemia (tidak menyerang usus). Kuman tersebut masuk
melalui saluran pencernaan, setelah berkembang biak kemudian menembus dinding
usus menuju saluran limfa, masuk ke dalam pembuluh darah dalam waktu 24-72 jam.
Kemudian dapat terjadi pembiakan di sistem retikuloendothelial
dan menyebar kembali ke pembuluh darah yang kemudian menimbulkan berbagai
gejala klinis. Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama Tipes atau thypus, tetapi
dalam dunia kedokteran disebut Thyphoid
fever atau Thypus abdominalis,
karena berhubungan dengan usus pada perut( Anonim, 2009 ).
Gejala yang dialami penderita Thypus dapat diuraikan menjadi berikut ini:
-Panas badan yang semakin hari bertambah tinggi, terutama pada sore dan malam hari. Terjadi selama 7-10 hari, kemudian panasnya menjadi konstan dan kontinyu. Umumnya paginya sudah merasa baikan, namun ketika menjelang malam kondisi mulai menurun lagi.
-Panas badan yang semakin hari bertambah tinggi, terutama pada sore dan malam hari. Terjadi selama 7-10 hari, kemudian panasnya menjadi konstan dan kontinyu. Umumnya paginya sudah merasa baikan, namun ketika menjelang malam kondisi mulai menurun lagi.
- Pada fase awal timbul gejala
lemah, sakit kepala, infeksi tenggorokan, rasa tidak enak di perut, sembelit
atau terkadang sulit buang air besar, dan diare.
- Pada keadaan yang berat penderita bertambah sakit dan kesadaran mulai menurun.
- Pada keadaan yang berat penderita bertambah sakit dan kesadaran mulai menurun.
Pemeriksaan widal
ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (dalam darah) terhadap antigen kuman
salmonella tiphy / paratiphy
(reagen). Uji ini merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling sering
diminta terutama dinegara dimana penyakit ini endemis seperti di Indonesia.
Sebagai uji cepat (rapid test) hasilnya
dapat segera diketahui. Hasil positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi.
Karena itu antibodi jenis ini dikenal sebagai febrile agglutinin (Musyafalla,
2010 ).
Tehnik aglutinasi ini
dapat dilakukan dengan menggunakan uji hapusan (slide test) atau uji tabung
(tube test). Uji hapusan dapat dilakukan secara cepat dan digunakan dalam
prosedur penapisan sedangkan uji tabung membutuhkan tehnik yang lebih rumit,
tetapi dapat digunakan untuk konfirmasi hasil dari uji hapusan. Prinsip uji
widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin dalam serum penderita
yang telah mengalami pengenceran berbeda- beda terhadap antigen somatik (o) dan
flagela H yang ditambahkan dalam jumlah
yang sama sehingga terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih
menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam serum (Musyafalla, 2010
).
Reaksi
Widal merupakan test imunitas yang ditimbulkan oleh kuman Salmonella typhi/
paratyphi, yaitu kuman yang terdapat di minuman dan makanan kita yang
terkontaminasi dengan tinja orang yang sakit. Dikatakan meningkat bila titernya
lebih dari 1/400 atau didapatkan kenaikan titer 2 kali lipat dari titer
sebelumnya dalam waktu 1 minggu.
Dalam menindaklanjuti masalah
diatas perlu adanya usaha pencegahan, untuk
meminimalisir terjadinya thypus yang merupakan salah satu jenis penyakit yang
endemis di Indonesia. Dalam hal ini perlu ditingktan pengetahuan individu akan
kebersihan makanan dan minuman, peningkatan hygiene pribadi, perbaikan sumber
air untuk keperluan rumah tangga karena penyebab yang terdekat adalah air atau
makanan yang terkontaminasi oleh karier manusia, peningkatan sanitasi
lingkungan khususnya perbaikan cara pembuangan feaces manusia, serta
pemberantasan tikus dan lalat. Selain itu, pengawasan penjualan bahan makanan
dan tempat pemotongan hewan. Untuk mencegah agar seseorang terhindar dari
penyakit ini kini sudah ada Vaksin Tipes atau Typhoid yang disuntikkan atau secara minum obat dan dapat
melindungi seseorang dalam waktu 3 tahun.
Berdasarkan latar belakang
diatas ,maka dapat dirumuskan masalah Sebagai berikut: Bagaimana melihat
prevalensi penderita thypus, yang
diperiksa menggunakan widal di puskesmas singosari.
Sifat Bakteri Salmonella typhi
Bentuk
batang gram negatif, fakultatif aerob, bergerak dengan flgel peritrich,mudah
tumbuh pada perbenihan biasa, dan tumbuh baik pada perbenihan empedu. Dialam
bebas, salmonella typhi dapat
bertahan hidup lama dalam air, tanah atau pada bahan makanan. Dalam feaces
diluar tubuh manusia tahan hidup 1- 2 bulan. Dalam air susu dapat berkembang
dan hidup lama sehinggga sering merupakan batu loncatan untuk penularan
penyakitnya ( Entjang,2003 ).
Petanda
serologi demam typhoid
Salmonella
typhi mengandung tiga jenis antigen yaitu antigen O dinding sel kuman,
antigen H dalam flagelum, dan antigen Vi dalam lapisan luar, Yang meliputi
dinding kuman. Antigen O, H, dan Vi menyebabkan sel retikoendotel memproduksi
antibodi ( aglutinin ) O , H ,dan
Vi.Titer antibodi pada penderita typhoid akan meningkat pada minggu II. Titer
antibodi O, akan menurun setelah beberapa
bulan, dan titer antibodi H ,akan menetap sampai beberapa tahun
Tubuh yang kemasukan salmonella
akan terangsang untuk membentuk antibodi yang bersifat spesifik terhadap
antigen yang merangsang pembentukannya. Antibodi yang dibentuk merupakan
petanda demam typhoid, yang dapat
dikategorikan sebagai berikut (Musyafalla, 2010 ).
Aglutinin
O
Titer aglutinin O akan naik
lebih dulu dan lebih cepat hilang dari pada aglutinin H atau Vi karena
pembentukan T independent sehingga dapat merangsang limposit B untuk
mengekskresikan antibodi tanpa melalui limposit T. Titer aglutinin O ini lebih
bermanfaat dalam diagnosa dibandingkan dengan aglutinin H. Bila bereaksi dengan
antigen spesifik akan terbentuk endapan seperti pasir. Titer aglutinin O 1/160
dinyatakan positf demam typhoid
dengan catatan 8 bulan terakhir tidak mendapat vaksinasi atau sembuh dari demam
thyphoid dan yang untuk tidak pernah terkena 1/80 merupakan positif.
Aglutinin
H ( flageller )
Titer aglutinin ini lebih
lambat naik karena dalam pembentukannya memerluhkan rangsangan limfosit T.
Titer aglutinin 1/ 80 keatas mempunyai nilai diagnostik yang baik dalam
menentukan demam typhoid. Kenaikan titer aglutinin empat kali dalam jangka 5 –
7 hari berguna untuk menentukan demam typhoid.
Bila bereaksi dengan antigen spesifik akan terbentuk endapan seperti kapas atau
awan .
Aglutinin Vi ( envelop )
Aglutinin Vi tidak digunakan untuk menunjang diagnosis demam typhoid. Aglutinin Vi digunakan untuk
mendeteksi adanya carier. Antigen ini menghalangi reaksi aglutinasi anti–O
antibodi dengan antigen somatik. Selain itu antigen Vi dapat untuk menentukan
atau menemukan penderita yang terinfeksi oleh salmonella typhi atau kuman – kuman yang identik antigennya.
Hasil uji ini dipengaruhi oleh
banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil positif palsu atau negatif palsu.
Hasil positif palsu dapat disebabkan
oleh faktor-faktor, antara lain pernah mendapat vaksinasi. Reaksi silang dengan
species lain (enterobacteriaceae sp),
reaksi anamnestik ( pernah sakit), dan adanya faktor rheumatoid (RF). Hasil
negatif palsu disebabkan antara lain : penderita sudah mendapatkan terapi
antibiotika, pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum pasien
buruk, dan adanya penyakit imunologik lain.
Prosedur pemeriksaan widal slide
Alat dan bahan :
-
Mikroskop -
Yelow tipe
-
Rotator -
Slide steril
-
Pipet mikro -
Pengaduk / tusuk gigi
-
Sentrifuge -
Reagent widal O H A B
Specimen yang digunakan : Darah
1. Darah pasien disentrifuge hingga terspisah
plasmanya .
2. Kemudian ambil plasmanya menggunakan pipet mikro
masing-masing sebanyak 10 mikro teteskan pada objek glass buat 4 tetesan dan
tambahkan reagen ( O , H , A, B) dengan perbandingan yang sama pada tiap
tetesan. Aduk hingga tercampur rata / homogen .
3. Letakkan dirotator selama ± 1 menit .
4. Kemudian amati aglutinasi menggunakan mikroskop dengan
perbesaran 10X. Maksimal 2 menit untuk melihat aglutinasi menggunakan
mikrsoskop.
Pemeriksaan
/ diagnosa Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium
meliputi pemeriksaan hematologi, urinalisa, kimia klinik, imunoserologi,
bakteriologi, dan biologi molekuler. Pemeriksaan ini ditujukan untuk membantu
menegakkan diagnosis ( adakalanya bahkan menjadi penentu diagnosis ),menetapkan
prognosis, memantau perjalanan penyakit ,dan hasil pengobatan serta timbulnya
penyulit. Pemeriksaan laboratorium untuk menunjang diagnosis demam typhoid meliputi : (Musyafalla, 2010 ).
Hematologi
Pada
penderita demam typhoid, bisa
didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bisa menurun atau meningkat, mungkin
didapatkan trombositopenia dan hitung jenis biasanya normal atau bergeser
kekiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif, terutama
pada fase lanjut. Jumlah trombosit normal atau menurun ( trombositopenia ).
Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa hitung jumlah dan jenis
leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai sensitifitas, spesifitas, dan
nilai ramal cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan antara demam typhoid atau bukan, akan tetapi adanya
leukopenia dan limfosit relatif menjadi dugaan kuat diagnosis demam typhoid.
Urinalisa
Protein bervariasi dari negatif sampai positif ( akibat demam ), eritrosit
dan leukosit normal, bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit.
Kimia klinik
Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat
dengan gambaran peradangan sampai hepatitis akut .
Imunologi
a.Widal slide
Diagnosis typhoid atau paratyphoid
dinyatakan bila titer O= 1/160 atau bahkan nilai batas tersebut harus lebih
tinggi mengingat demam tifoid ini endemis di Indonesia Titer O meningkat
setelah akhir minggu.
b.Elisa salmonella
typhi/ paratyphi IgG dan IgM
Pemeriksaan ini merupakan uji
imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih sensitif dan spesifik
dibandingkan uji widal untuk mendeteksi demam typhoid atau paratyphoid
sebagai tes cepat ( rapid test ) hasilnya juga dapat segera diketahui.
Diagnosis demam typhoid dinyatakan :
bila IgM positif menandakan infeksi akut
dan jika IgG positif pernah
kontak/pernah terinfeksi /reinfeksi /daerah endemis .
c.Tes Tubex
Tes
tubex merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang
sederhana dan cepat ( kurang lebih 2 menit ) dengan menggunakan partikel yang
berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifitas ditingkatkan dengan
antigen O9 yang benar –benar spesifik yang ditemukan pada salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat untuk diagnosis
infeksi akut karena hanya mendeteksi
antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit.Tes
ini mempunyai sensivitas dan spesif$itas lebih baik dari uji widal .Penelitian
oleh Lim dkk ( 2002 ) mendapatkan hasil sensivitas 100% dan spesifitas 100%.
Penelitian lain mendapatkan sensivitas sebesar 78% dan spesifitas 89%. Tes ini
dapat menjadi pemeriksaan ideal, dapat digunakan untuk pemeriksaan secara rutin karena cepat , mudah, dan
sederhana, terutama dinegara berkembang .
Mikrobiologi Gall culture
Uji ini merupakan baku emas (gold
standard ) untuk pemeriksaan demam typhoid
/ paratyphoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti
demam typhoid / paratyphoid.
Sebaliknya jika hasil negatif, belum tentu bukan typhoid / paratyphoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit
kurang dari 2ml, darah tidak segera dimasukkan kedalam media Gall ( darah
dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap dalam bekuan ), saat
pengambilan darah masih dalam 1 minggu sakit, sudah mendapatkan terapi
antibiotika, dan sudah mendapat vaksin. Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak
dapat segera diketahui karena perlu
waktu untuk pertumbuhan kuman ( biasanya positif antara 2 – 7 hari, bila belum
ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari ). Pilihan bahan specimen pada
awal sakit adalah darah kemudian untuk stadium lanjut atau carier digunakan
urin atau tinja .
Biologi molekuler
PCR (Polymerase Chain Reaction)
metode ini mulai banyak dipergunakan.
Pada cara ini dilakukan perbanyakan DNA kuman yang kemudian
diidentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi
kuman dalam jumlah sedikit (sensifitas tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang
tinggi pula. Specimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh
lainnya serta jaringan biopsi .
Perbedaan demam thypus dan demam karena infeksi virus, demam thypus sering kali bila tidak dicermati sulit dibedakan dengan
demam karena infeksi virus tetapi kalau melihat pola demamnya relatif mudah
dibedakan demam karena virus (virus tertentu termasuk dengue ) 1-2 hari
mendadak sangat tinggi kemudian pada hari ketiga turun, hari ke 4-5 tapi tidak
setinggi hari 1-2 ( pola penurunan anak tangga, DBD pola pelana kuda ).Demam
karena thypus, demam awalnya tidak
terlalu tinggi, tetapi hari berikutnya semakin tinggi dan semakin tinggi ( pola
kenaikan anak tangga ) (Anonim 2009 )
Faktor yang mempengaruhi uji widal
a.Faktor Penderita
a. Saat
pemeriksaan perjalanan penyakit
b. Pengobatan
dini dengan antibiotika
c. Keadaan
umum gizi penderita
d. agamaglobulinemia,
leukimia, tumor
e. Pemakaian
obat imunosupresif dan kortikosteroid
f. Vaksinasi
g. Infeksi
subklinis
h. Reaksi
anamnestik.
b.Faktor Teknis
a. Reaksi
silang
b. Konsentrasi
suspensi antigen
c. Strain
salmonella yang dipakai untuk antigen
METODE
PENELITIAN
Jenis penelitian ini menggunakan metode
deskriptif observasional non eksperimen tentang prevalensi penderita thypus yang diperiksa menggunakan widal
di puskesmas singosari pada tahun 2008
-2009. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan melakukan depenelitian
mengenai fenomena yang ditemukan, baik yang berupa faktor resiko, maupun efek
atau hasil .
Populasi
dalam penelitian ini adalah semua orang penderita thypus yang mengunjungi dan
menjalani pemeriksaan di puskesmas
singosari. Sedangkan populasi dari penelitian ini adalah 156 0rang.
Sampel dalam penelitian adalah penderita thypus
umur 5 – 22 tahun yang di yang
diperiksa menggunakan widal pada tahun 2009-2010 di puskesmas singosari.
Sedangkan sampel yang diambil sebanyak 60 orang.
Pengumpulan
data diperoleh dari data sekunder
penderita thypus yang diperiksa menggunakan widal di puskesmas singosari
pada tahun 2008 - 2009.
Metode analisis data
menggunakan Uji ini berfingsi untuk menguji signifikasi perbedaan
antara dua kelompok yang independen atau
untuk menguji hipotesis.
Cara perhitungan menggunakan bantuan tabel kotingensi 2x2 sebagai berikut:
Tabel
1. Tabel
kontigensi
Sampel
|
Obyek 1
|
Obyek 2
|
Jumlah sampel
|
sampel A
|
a
|
b
|
a + b
|
Sampel B
|
c
|
d
|
c + d
|
Jumlah
|
a +c
|
b + d
|
N
|
Berdasarkan tabel kotigensi diatas disusun rumus sebagai berikut:
χ2 = N [ (ad-bc)- 1/2n]2
(a+b)(a+c)(b+d)(c+d)
Uji chi kuadrat menggunakankriteria pengujian, terima Ha bila harga chi kuadrat hitung > dari chi kuadrat tabel dengan dk=1 dan taraf kesalahan 5%(0,05). Artinya terdapat perbedaan prevalensi penderita thypus yang diperiksa menggunakan widal pada tahun 2009-2010 di puskesmas singosari.
HASIL PENELITIAN
Hasil Penelitian
Pada
bab ini akan disajikan hasil penelitian deskiptif tentang prevalensi
penderita thypus yang
mengunjungi dan menjalani pemeriksaan
menggunakan widal dipuskesmas singosari pada tahun 2009-2010 sebanyak
156 orang,tetapi peneliti membatasi sampel 60 orang yaitu penderita yang
berumur 5- 22 tahun. Kemudian hasil
penelitian akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi berdasarkan
kelas masing –masing dan dianalisa menggunakan uji chi-kuadrat
Tabel
2
Survei Terpadu Penyakit Berbasis Puskesmas Kasus Baru ‘’Thypus Perut Klinis”
No
|
Nama
|
Jenis kelamin
|
Obat yang diberikan
|
Umur
|
1
|
NV
|
P
|
A
|
5
|
2
|
RA
|
P
|
A
|
5
|
3
|
NB
|
P
|
C
|
5
|
4
|
IM
|
P
|
A
|
5
|
5
|
RA
|
P
|
A
|
5
|
6
|
MR
|
L
|
A
|
6
|
7
|
AY
|
P
|
A
|
6
|
8
|
RN
|
P
|
A
|
6
|
9
|
AD
|
L
|
A
|
7
|
10
|
AR
|
P
|
A
|
7
|
11
|
EL
|
P
|
A
|
7
|
12
|
AR
|
P
|
A
|
7
|
13
|
AH
|
P
|
A
|
8
|
14
|
IPL
|
P
|
A
|
8
|
15
|
AF
|
P
|
B
|
8
|
16
|
RH
|
P
|
A
|
8
|
17
|
DT
|
P
|
A
|
8
|
18
|
TP
|
P
|
C
|
8
|
19
|
IU
|
P
|
A
|
9
|
20
|
AN
|
L
|
A
|
9
|
21
|
RS
|
P
|
A
|
9
|
22
|
A
|
L
|
A
|
10
|
23
|
JH
|
L
|
A
|
12
|
24
|
TP
|
L
|
A
|
10
|
25
|
GL
|
L
|
A
|
11
|
26
|
FR
|
P
|
A
|
10
|
27
|
ES
|
L
|
DIRUJUK
|
12
|
28
|
HR
|
P
|
A
|
11
|
29
|
GH
|
P
|
A
|
11
|
30
|
RP
|
L
|
A
|
13
|
31
|
KK
|
L
|
C
|
14
|
32
|
NB
|
P
|
C
|
15
|
33
|
RP
|
P
|
A
|
17
|
34
|
AW
|
L
|
A
|
16
|
35
|
MS
|
L
|
A
|
17
|
36
|
PE
|
P
|
DIRUJUK
|
18
|
37
|
DF
|
L
|
A
|
19
|
38
|
RH
|
P
|
A
|
18
|
39
|
VD
|
L
|
A
|
15
|
40
|
DA
|
P
|
A
|
16
|
41
|
TH
|
L
|
A
|
17
|
42
|
HF
|
L
|
A
|
20
|
43
|
CH
|
P
|
A
|
22
|
44
|
IS
|
P
|
A
|
21
|
45
|
HR
|
L
|
C
|
20
|
46
|
HR
|
L
|
C
|
22
|
47
|
AM
|
P
|
A
|
20
|
48
|
FA
|
L
|
C
|
21
|
49
|
VA
|
P
|
DIRUJUK
|
20
|
50
|
BR
|
L
|
A
|
20
|
51
|
MS
|
L
|
A
|
20
|
52
|
WK
|
P
|
C
|
20
|
53
|
ES
|
P
|
A
|
21
|
54
|
DR
|
L
|
DIRUJUK
|
21
|
55
|
SS
|
P
|
A
|
21
|
56
|
WK
|
P
|
DIRUJUK
|
21
|
57
|
VA
|
P
|
A
|
22
|
58
|
RB
|
L
|
A
|
22
|
59
|
ZA
|
P
|
A
|
22
|
60
|
MZ
|
L
|
A
|
22
|
Keterangan A: Chlorampenikol, Paracetamol dll
B:Amoxilin, Paracetamol , Bacitasin
dll
C: Cotrim, Pamol, Bacitasin dll
Analisa data
Peneliti menggunakan tabel distribusi
frekuensi untuk mendiskripsikan hasil penelitiannya tentang prevalensi
penderita thypus yang diperiksa
menggunakan widal dipuskesmas singgosari pada tahun 2009-2010.
Tabel 3. Tabel distribusi penderita thypus yang diperiksa menggunakan widal
N0
|
Umur
penderita
|
Frekuensi
|
Ket
|
1
|
5-9
|
21
|
Anak-anak
|
2
|
10-14
|
10
|
Anak-anak
|
3
|
15-19
|
10
|
Remaja
|
4
|
20-22
|
19
|
Remaja
|
Jumlah
|
60
|
Dari tabel 3 diatas
menggambarkan prevalensi penderita thypus umur 5-9 tahun 21 orang, umur 10-14 tahun 10
orang, umur 15-19 tahun 10 0rang dan umur 20-22tahun 19 orang.
Uji
chi-kuadrat
Data
yang telah disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi kemudian dianalisa
menggunakan uji chi-kuadrat, untuk mempermudah perhitungan digunakan tabel
kotigensi 2x2 sebagai berikut:
Tabel 4 Tabel kotigensi 2x2
Sampel
|
Anak-anak
|
Remaja
|
Jumlah
|
2008
|
21 (a)
|
10 (b)
|
31
|
2009
|
10 (c)
|
19 (d)
|
29
|
Jumlah
|
31
|
29
|
60
|
Rumus
χ 2=
N [ (ad-bc)- 1/2n]2
(a+b)(a+c)(b+d)(c+d)
χ2 =
60{(21x19-10x10)-1/2x60}2
(21+10)(21+10)(10+19)(10+19)
χ2=
60(2989917)2
808201
χ2 =
53637622
808201
χ2
= 6,637
Dari analisa uji chi-kuadrat yang mengunakan rumus χ2 diperoleh nilai χ2 adalah 6,637 Uji chi kuadrat menggunakan kriteria pengujian, terima Ha bila harga chi kuadrat hitung > dari chi kuadrat tabel 3,481 dengan dk=1 dan taraf kesalahan 5%(0,05).Yang artinya terdapat perbedaan prevalensi penderita thypus yang diperiksa menggunakan widal pada tahun 2009-2010 di puskesmas singosari
Pembahasan
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa prevalensi penderita thypus
dari umur 5-22 tahun yaitu sebanyak 60 orang perempuan 41 orang, laki-laki 19
orang, yang memakai obat jenis A 46 orang,yang memakai obat jenis B 1 orang,
yang memakai obat jenis C 8 orang dan yang dirujuk 5 orang. Umur 5-9 tahun 21
orang , umur 10-14 tahun 10 orang, umur 15-19 tahun 10 0rang dan umur 20-22
tahun 19 orang. Jenis antibiotik yang dipakai di Puskesmas Singosari yaitu
Chlorampenikol. Jenis antibiotik diberikan
harus cukup sesuai resep yang dokter berikan. Jangan dihentikan bila
gejala demam atau lainnya sudah reda selama 3-4 hari minum obat. Obat harus
diminum sampai habis ( 7 – 10 hari ). Bila tidak, maka bakteri Tipes yang ada
di dalam tubuh pasien belum mati semua dan kelak akan kambuh kembali.
Berdasarkan hasil tersebut
menunjukkan prevalensi penderita thypus
di puskesmas singosari pada tahun 2009-2010 terbanyak pada umur 5-9 tahun yaitu 21 0rang
karena penularan terjadi melalui makanan atau air yang terkontaminasi oleh
feses atau urine dari pasien karier. Menurut Ngastiyah (2005) anak yang sudah
sekolah supaya dinasehatkan jangan
membeli makanan yang tidak ditutup atau yang tidak bersih, sebaiknya anak
diatas satu tahun dimintakan suntikan TIPA (tifus,paratifus A-B-C), untuk beberapa penyakit
tertentu pada bayi (anak balita) dan orang tua lebih mudah terserang. Dengan
kata lain orang pada usia sangat muda atau usia tua lebih rentan, kurang kebal
terhadap penyakit-penyakit menular tertentu. Hal ini mungkin disebabkan
karena umur tersebut daya tahan tubuhnya
rendah.
Imunisasi tipa diberikan untuk mendapatkan kekebalan
terhadap demam typhoid (tifus atau paratifus). Kekebalan yang didapat bisa bertahan
selama 3 sampai 5 tahun. Oleh karena itu perlu diulang kembali. Imunisasi tipa sangat
bermanfaat untuk menghindarkan balita karena penyakit thypus, parathypus, salmonella typhi dan salmonella paratyphi A,
B, C, imunisasi tipa diberikan tiga kali yaitu pada usia 15bulan, 16bulan,
dan 17bulan. Ada juga yang menganjurkan agar imunisasi pertama dilakukan
setalah balita berusia diatas 24 bulan, lalu berturut-turut dianjurkan pada dua
bulan berikutnya sebanyak dua kali, alasannya penyakit ini sangat jarang
menyerang balita yang usianya dibawah 2 tahun. Revaksinasi tipa diberikan
kembali setiap 3 tahun dengan dua kali suntikan. Imunisasi ini dapat diberikan dalam 2 jenis: imunisasi oral berupa
kapsul yang diberikan selang sehari selama 3 kali. Biasanya untuk anak yang
sudah dapat menelan kapsul. Sedangkan bentuk suntikan diberikan satu kali. Pada
imunisasi ini tidak terdapat efek samping ( Waldi, 2010 ).
Pertahanan tubuh terhadap bakteri patogen
seperti pada pertahanan mikroorganisme lainnya terdiri atas pertahanan /sistem
imun nonspesifik ada sejak lahir merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam
menghadapi serangan berbagai mikroorganisme, oleh karena dapat memberikan
respon langsung terhadap antigen, sedang sistem imun spesifik membutuhkan waktu
untuk mengenal antigen terlebih dahulu sebelum dapat memberikan responnya. Pada
akhir respon imun semua bakteri
dihancurkan fagosit (Karnen, 2000).
Biakan empedu untuk menemukan salmonella dan pemeriksaan widal
merupakan pemeriksaan yang menentukan diagnosis thypus abdominalis secara pasti. Pemeriksaan ini perlu dikerjakan
pada waktu masuk dan setiap minggu berikutnya (Ngastiyah, 2005).
Faktor
kebersihan makanan dan minuman, hygiene pribadi dan sanitasi, sangat berpengaruh besar bagi penularan
penyakit ini selain itu tingkat pengetahuan orang tua juga berpengaruh karena
dengan tingkat pengetahuan yang cukup akan meminimalisir jumlah penderita
dengan cara memperhatikan kebersihan makanan dan minuman, hygiene pribadi dan
sanitasi. Daya tahan tubuh juga harus ditingkatkan seperti gizi yang baik,
tidur 7-8 jam/hari, olah raga secara teratur. Bagi orang yang pernah mengalami
penyakit Typhus sebaiknya tidak
melakukan kegiatan yang sangat melelahkan. Karena akan lebih mudah kambuh
kembali dari pada orang yang sama sekali belum menderita Typhus.
Hasil
uji Chi-kuadrat menggunakaan rumus χ2 dengan bantuan tabel kotigensi
diperoleh hasil χ2 adalah 6,637 jadi harga chi kuadrat hitung(6,637)
> dari harga chikuadrat tabel (3,481) yang artinya Ha diterima terdapat perbedaan prevalensi
penderita thypus yang diperiksa
menggunakan widal pada tahun 2009-2010 di puskesmas singosari.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian dan pembahasan prevalensi penderita thypus yang diperiksa
menggunakan widal , dapat disimpulkan
sebagaiberikut:
a. Prevalensi penderita thypus di puskesmas singosari pada tahun 2009-2010 perempuan 41 orang,
laki-laki 19 orang, terbanyak pada umur 5-9 tahun yaitu 21 orang. Obat yang
sering digunakan di Puskesmas Singosari yaitu Chlorampenikol, Paracetamol, cotrim
,Amoxilin dll.
2. Analisa
data diperoleh hasil χ2 hitung(6,637) > dari harga chikuadrat
tabel (3,481) artinya Ha diterima terdapat perbedaan, dengan demikian terdapat perbedaan prevalensi penderita thypus yang diperiksa menggunakan widal
pada tahun 2009-2010 di puskesmas Singosari.
Saran
Diharapkan petugas kesehatan
khususnya di Puskesmas Singosari dapat mempertahankan mutu pelayanan dengan
cara mengadakan konseling, penyuluhan, sosialisasi, informasi dan pendidikan
tentang pengobatan serta pencegahan.
DAFTAR
PUSTAKA
Arikunto ,Suharsimi , 2002, Prosedur penelitian ,Edisi Revisi v,Rineka cipta , Jakarta
Anonim, pedoman
diagnosis dan terapi laboratorium / UPF ilmu penyakit dalam , RSUD Dr Soetomo
,Surabaya
Entjang , indah , 2003 , Mikrobiologi dan parasitologi ,PT Citra Aditya , Bandung
Mandal , 2008 , Penyakit
Infeksi , Edisi keenam, Erlangga
, Jakarta
Noer, ahmad , 2004 ,Statistik
deskriptif dan probabilitas ,Fakultas ekonomi UGM ,Yogyakarta
Ngastiyah,2005,Perawatan
Anak Sakit ,Edisi 2,EGC,Jakarta
Rampengan ,2006 ,Penyakit
infeksi tropik pada anak ,Edisi 2 ,ECG penerbit buku kedokteran ,Manado
Sutedjo,Ay 2007, Buku
saku mengenal penyakit melalui hasil pemeriksaan laboratorium,Amara books
,Yogyakarta
Sastroasmoro,sudigdo ,Ismael sofyan ,2002 ,Dasar – dasar metodelogi penelitian klinis
,edisi ke – 2 ,cv Agung seto , Jakarta
Anonim, 2009 ,Tipes – thypus
,http://toetoet.wordpress.com, diakses 07 Agustus 2010
Widodo Judarwanto ,2009 ,Cermati-
diagnosis-tifus-yang-tidak-benar-tes-widal-positif-belum-tentu-tifus http://koranindonesiasehat.wordpress.com,diakses 09 oktober
2010
Waldi Nurhamzah, 2010, pentingnya-imunisasi-untuk-si-kecil http://puskesmas kaliwiro.web.id,diakses 23
oktober 2010