PERBANDINGAN
HASIL PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH CARA WESTERGREN ANTARA SAMPEL DARAH
SIMPAN DAN
SAMPEL
DARAH SEGAR
Oleh
Agustina Dwi Indah V.
Dosen Analis Kesehatan Akademi Analis Kesehatan Malang
INTISARI
Laju
endap darah (LED) adalah menurunnya atau mengendapnya sel darah merah dalam
darah dengan antikoagulan yang diukur dengan tingginya kolom plasma yang
terbentuk dalam waktu tertentu dinyatakan dalam millimeter per jam.
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi laju endap
darah antara lain faktor eritrosit, komposisi plasma dan teknik. Dalam hal ini,
penggunaan sampel darah yang disimpan tentulah berpengaruh terhadap nilai
LED. Penelitian
ini untuk membuktikan apakah ada perbedaan antara hasil pemeriksaan laju endap
darah (LED) cara Westergren pada sampel darah segar dan sampel darah simpan
selama 4 jam. Motode pemeriksaan yang digunakan adalah ”westergren” kemudian
dilakukan pemeriksaan.
Kata kunci: sel darah simpan dan sel darah segar,LED,eritrosit
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemeriksaan darah lengkap
merupakan pemeriksaan yang sering di minta oleh klinisi karena dari pemeriksaan
darah lengkap dapat membantu diagnosis penderita. Pemeriksaan darah lengkap juga
dapat digunakan untuk menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya atau kemana
penderita itu akan dirujuk. Oleh karena itu, pemeriksaan darah lengkap
merupakan pemeriksaan dasar yang sangat penting dan perlu dilakukan secara
cepat dan tepat, sehingga hasil yang diterima oleh penderita dan dibaca oleh
klinisi dapat dipercaya ketepatannya. Laju endap darah (erithrocyte
sedimentation rate, ESR) yang juga disebut kecepatan endap darah (KED) atau
laju sedimentasi eritrosit adalah kecepatan sedimentasi eritrosit dalam darah
yang belum membeku, dengan satuan mm/jam. LED merupakan uji yang tidak spesifik.
LED dijumpai meningkat selama proses inflamasi akut, infeksi akut dan kronis,
kerusakan jaringan (nekrosis), penyakit kolagen, rheumatoid, malignansi, dan
kondisi stress fisiologis (misalnya kehamilan). Sebagian ahli hematologi, LED
tidak andal karena tidak spesifik, dan dipengaruhi oleh faktor fisiologis yang
menyebabkan temuan tidak akurat.
Berdasarkan pengamatan
peneliti, pemeriksaan darah lengkap pada rumah sakit ditempat yang lebih maju
saat ini sudah menggunakan alat-alat otomatis, sehingga hasil pemeriksaan darah
lengkap dapat diambil segera. Tetapi untuk efisiensi kerja dan kelanggengan
alat yang digunakan, tidak jarang bahan atau sampel darah yang akan digunakan
untuk pemeriksaan darah lengkap tersebut dikumpulkan atau disimpan terlebih
dahulu untuk diperiksa bersamaan. Selain itu,bila hasil pemeriksaan yang ada
tidak sesuai dengan keadaan klinis dari penderita dan timbul keragu-raguan
terhadap hasil tersebut, maka pemeriksaan darah lengkap harus diulang. Bahan
atau sampel yang digunakan untuk pemeriksaan ulang ini dapat menggunakan bahan
darah yang masih tersimpan atau bahan darah pengambilan baru. Ditinjau dari
segi penderita, pengambilan yang berulang-ulang menyebabkan penderita merasa
kurang nyaman, sedangkan penggunaan sampel darah yang masih tersimpan sulit
diketahui kebenarannya.
Laju endap darah (LED) adalah
menurunnya atau mengendapnya sel darah merah dalam darah dengan antikoagulan
yang diukur dengan tingginya kolom plasma yang terbentuk dalam waktu tertentu
dinyatakan dalam millimeter per jam. Laju endap darah adalah tes yang tidak
spesifik namun masih umum digunakan sebagai indicator penilaian aktifnya suatu
penyakit. Oleh karena itu, laju endap darah masih sering digunakan rutin secara
manual. Metode Westergren adalah metode yang lebih banyak digunakan untuk
pemeriksaan laju endap darah.
Faktor – faktor yang dapat
mempengaruhi laju endap darah antara lain faktor eritrosit, komposisi plasma
dan teknik. Dalam hal ini, penggunaan sampel darah yang disimpan tentulah
berpengaruh terhadap nilai LED. Untuk mengetahui pengaruh penyimpanan sampel
darah terhadap hasil pemeriksaan LED cara Westergren, maka dilakukan penelitian
perbandingan hasil pemeriksaan LED Westergren pada sampel darah segar dan
sampel darah yang disimpan selama 4 jam.
Tinjauan
Pustaka
Sel
Darah Merah ( Eritrosit )
Darah merupakan komponen
esencial makhluk hidup. Dalam keadaan fisiologik, darah selalu berada dalam
pembuluh darah sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai pembawa oksigen
atau oksigen carrier, mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi dan mekanisme
hemostatis. Darah terdiri dari dua komponen utama, pertama plasma darah yaitu
bagian darah yang sebagian terdiri atas air, elektrolit dan protein darah.
Kedua, sel-sel darah merah (blood corpuscle), yang terdiri atas sel-sel darah
merah ( eritrosit ), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit).
Sel darah merah merupakan sel
yang terbanyak beredar dalam darah dengan jumlah ±5x1012 per liter darah. Sel
darah merah yang matang berbentuk non-nuncleated biconcave disc, berdiameter ±
7-8 mm dengan ketebalan pada bagian
yang paling tebal 2,5 m dan
pada bagian tengah (central pallor) 1 mm
mempunyai kemampuan mengubah bentuk membran, tidak mengandung organel
didalamnya, tetapi mengandung 640.000.000 molekul hemoglobin. Volume rata-rata
sel darah merah adalah 90-95 mm.
bentuk sel darah merah yang bikonkaf ini mempermudah sel darah merah merubah
bentuk, sehingga dapat melewati pembuluh darah dengan mudah walaupun diameter
pembuluh darah tersebut lebih kecil dari pada sel darah merah, sel darah merah
akan merubah bentuknya menjadi bulat atau sferis dan kemudian mengembalikan
bentuknya menjadi bikonkaf. Fakor yang mempengaruhi sel darah merah untuk dapat
mempertahankan bentuknya masih belum jelas karena sel darah merah dipengaruhi
oleh berbagai kemapuan. Sel darah merah dalam keadaan normal, bila disimpan
pada suhu 4°C akan
berubah bentuk menjadi relatif sferosit. Perubahan bentuk sel darah merah ini
tidak diikuti oleh perubahan pada volume sehinnga dengan metabolism yang aktif
dapat normal kembali. Umur sel darah merah manusia kurang lebih 120 hari,
setelah itu akan dihancurkan. Penghancuran sel darah merah ini didahului dengan
adanya senescence atau tanda-tanda ketuaan dari sel darah merah dan terjadi
beberapa tahapan penghancuran sel darah merah. Penghancuran sel darah merah
dapat terjadi secara ekstravaskuler dan intravaskuler. Penghancuran sel darah
merah ekstravaskuler terjadi ± 80-90% dari penghancuran sel darah merah di
limpa. Sedangkan penghancuran intravaskuler terjadi ±10-20% dari penghancuran
sel darah merah di dalam peredaran darah. Pada aliran darah yang lambat, tampak
adanya agregasi sel darah merah di dalam darah. Dalam keadaan seperti ini, sel
darah merah dapat bermacam-macam. Agregasi sel darah merah dapat terjadi anter
sel darah merah sampai beratus-ratus sel darah merah. Pada aliran darah yang
sangat lambat, sel darah merah akan menumpuk dan berjalan dengan
perlahan-lahan. Bentuk seperti ini disebut rouleaux. Didalam pembuluh darah
yang besar, agregasi sel darah merah tersebut akan terurai kembali oleh adanya
peningkatan kemampuan melepaskan diri dari sel darh merah yang lain. Sel darah
merah mampu untuk mempertahankan kekuatan dan fleksibilitasnya. Kemampuan ini
tergantung pada struktur protein sitoskeleton dan cara sitoskeleton
berinteraksi dengan lapisan lemak dan membran.
Membran
Sel
Membran sel darah merah terdiri
atas lipid dua lapis atau yang disebut lipid bilayer, protein membran integral
dan suatu langka membran.sekitar 50% dari membran sel darah merah adalah
protein, 40% lemak, dan 10% karbohidrat. Karbohidrat hanya terdapat pada
permukaan luar sedangkan protein perifer atau integral menembus lipit bilayer
(Dewi Asih Mahanani, 2002).
Sebagian protein integral
membentuk suatu saluran struktural atau pori-pori yang dapat dilewati oleh
bahan-bahan yang hanya terlarut dalam air (selektif permrabel), terutama ion
yang berdifusi antar cairan extracelular dan cairan intracelular. Protein
integral juga bekerja sebagai pengangkut untuk mengangkut bahan-bahan ke arah
berlawanan dengan arah difusi yang sebenarnya, ini disebut transpor aktif.
Selain itu terdapat protein parifer yang secara normal melekat pada protein
integral dan tidak menembus membran. Protein perifer ini berfungsi hampir
seluruhnya sebagai enzima tau sebagai jenis pengatur fungsi intracelular.
Rangka membran terbentuk oleh protein-protein struktural yang mencangkup
spectrin α dan β, ankyrin, actin, tropomycin, adducin, tropomudulin, protein 3,
protein 4.1, dan protein 4.2 (paladin). Protein-protein tersebut membentuk
jaring horizontal pada sisi dalam membran dan penting untuk mempertahankan
bentuk bikonkaf sel darah merah.
Struktur dasar lapisan lipid
bilayer terdiri atas molekul-molekul fosfolipid. Salah satu bagian dari setiap
molekul fosfolipid ini larut dalam air yaitu hidrofilik yang terletak dibagian
luar berhadapan dengan cairan extacelular. Bagian lain hanya larut dalam lemak
disebut hirofobik yang berhadapan dengan sitoplasma. Gugus fosfat dari
fosfolipid besifat impermeable terhadap bahan-bahan yang larut dalam air,
seperti ion, glulosa, dan urea. Sebaliknya, bahan-bahan yang larut dalam lemak
seperti oksigen, karbondioksida, dan alcohol dapat dengan mudah menembus
membran ini.
Karbohidrat pada membran
umumnya dalam bentuk glikolipid dan glikoprotein, karbohidrat ini berfungsi
meningkatkan hidrofilisitas lemak dan protein, mempertahankan stabilitas
membran oleh adanya struktur yang disebut glikokaliks. Glikolipid yang terdapat
pada membran sel juga berperan dalam reakso imunologis dengan membentuk antigen
golongan darah (Arthur Guyton,1997).
Transport ion dan molekul melalui
membran
Transpor melalui membran sel
baik secara langsung melalui lapisan lipid bilayer ataupun melalui protein
terjadi salah satu dari dua proses dasar yaitu difusi (yang disebut transpot
pasif) dan transpor aktif. Difusi adalah garak acak antar molekul zat, melalui
ruang intramolekuler pada membran ataupun melalui kombinasi dengan protein
integral dari daerah yang berkonsentrasi tinggi (hipertonik) ke daerah berkonsentrasi
rendah (hipotonik). Energi yang menyebabkan difusi adalah energi kinetik normal
dari molekul. Sebaliknya, transpor aktif berarti gerakan ion atau zat lainnya
melintasi membran berkombinasi dengan protein integral melawan gradien energi
yaitu daerah yang berkonsentrasi rendah (hipotonis) ke daerah berkonsentrasi
tinggi (hipertonis). Transport aktif membutuhkan sumber energy secara langsung berasal
dari pemecahan Adenosin Trifosfat (ATP). Mekanisme tranpor aktif yang telah
dipelajari secara sangat rinci adalah pompa natrium-kalium (Na+ -K+ pump) ,
yaitu suatu proses tranpor yang memompa ion natrium keluar melalui membrane sel
dan pada saat yang bersamaan memompa ion kalium dari luar ke dalam. Pompa ini
terdapat pada seluruh sel tubuh, termasuk sel darah merah, dan bertanggung
jawab atas pemeliharaan perbedaan konsentrasi natrium dan kalium antara bagian
luar dan bagian dalam membran sel demikian juga untuk menetapkan potencial
listrik negatif di dalam sel.
Berikut adalah 3 keistimewaan
khusus protein integral yang penting untuk fungsi pompa Na+ -K+ :
1.
Memiliki tiga tempat reseptor untuk mengikatkan ion natrium pada bagian protein
yang menonjol ke bagian dalam sel.
2.
Memiliki dua tempat reseptor untuk ion kalium pada bagian luar.
3. Bagian dalam dari protein ini berbatasan atau dekat
dengan tempat pengikat natrium yang memiliki aktifitas ATPase.
Pada saat ion natrium terikat
pada bagian dalam protein pembawa, fungsi ATPase pada protein menjadi aktif.
Keadaan ini kemudian akan memecahkan satu molekul ATP menjadi adenosin difosfat
dan membebaskan fosfat energi tinggi yang mengikat energi. Energi ini kemudian
diduga menyebabkan perubahan bentuk pada molekul protein pembawa, mendorong ion
natrium keluar dan ion kalium ke dalam. Mekanisme persis dari perubahan bentuk
protein pembawa ini tidak diketahui (Arthur Guyton,1997).
Mekanisme
Pompa Na+ -K+ dalam Mengatur Volume Sel
Salah satu fungsi terpenting
dari pompa Na+ -K+ ialah untuk mengatur volume sel. Tanpa fungsi pompa ini,
banyak sel tubuh akan membengkak sampai kemudian pecah. Mekanisme yang
mengontrol volume tersebut adalah sebagai berikut, di dalam sel terdapat
sejumlah besar protein dan senyawa organik lain yang tidak dapat keluar dari
sel. Kebanyakan dari komponen ini mengandung muatan negative sehingga pada
daerah sekitar komponen ini banyak berkumpul ion positif. Semua komponen ini
cenderung menyebabkan terjadinya osmosis air ke dalam sel. Kalau hal ini tidak
dikendalikan, sel akan membengkak sampai pecah. Mekanisme normal yang mencegah
hal tersebut adalah pompa Na+ -K+. pompa ini memompa tiga ion Na+ ke luar
setiap terjadi pemasukan dua ion K+ ke dalam. Selain itu, membran sel memiliki
permiabilitas yang jauh lebih rendah terhadap ion natrium dibandingkan dengan
ion kalium, sehingga keadaan ini memungkinkan ion secara terus-menerus keluar
dari sel yang mencetuskan kecenderungan osmotik berlawanan untuk mengeluarkan
air dari sel. Selanjutnya, bila sel mulai membengkak, hal ini secara otomatis
akan mengaktifkan pompa Na+ -K+, mengeluarkan ion yang masih tersisa ke luar
dan membawa air besertanya. Oleh karena itu, pompa Na+ -K+ mempunyai fungsi
unruk menjaga volume sel agar tetep normal (Arthur Guyton,1997).
Pengaruh
Ketidak seimbangan Transpor Na+ -K+ Terhadap Bentuk Eritrosit
Pengikatan, transport dan penyebaran
oksigen tidak memerlukan energi matabolik oleh eritosit. Eritosit harus
mempunyai energi untuk menjalankan fungsinya dan bertahan di sirkulasi selama
masa hidupnya 120 hari. Selain itu, energi ini diperlukan antara lain :
1.
Untuk pengaturan besi dalam hemoglobin.
2. Pengaturan kadar kalium yang tinggi dan rendahnya
kalsium dan natrium dalam sel untuk melawan gradien tingginya kalsium dan
natrium serta rndahnya kalium dalam plasma.
3. Mempertahankan reaksi oksidasi pada Metabolisme Pathway.
4. Untuk síntesis lemak dan nukleotida.
Eritrosit secara normal
mampu mempertahankan hidupnya selama 48
jam pada suhu 73°C tanpa
sumber energi dari luar. Glukosa adalah sumber energi eritrosit yang
dimetabolisme melalui dua jalur, yaitu Embden Meyerhof glycolytic pathway dan
Hexose Monophosphat shunt. Sebagian besar energi yang diperlukan eritrosit
disediakan oleh Embden Meyerhof
glycolytic pathway. Melalui jalur ini, masing-masing molekul dari glukosa
dikatabolisme menghasilkan 2 mol ATP. Namun secara anaerobic glukosa juga
dikatabolisme menghasilkan piruvat dan laktat (Ronald A. Sacher, 1991).
Jika energy (ATP) di dalam sel
berkurang, fungsi terpenting pompa Na+ -K+ dalam mempertahankan atau menjaga
volume sel akan terganggu. Pemasukan natrium dan kalsium dalam sel dan
pengeluaran kalium keluar sel mengakibatkan osmosis air ke dalam sel, dengan
demikian eritrosit membengkak mengubah bentuk eritosit dari cakram bikonkaf
menjadi sferis.
Laju
Pengendapan Darah
Laju Endap Darah (Erytrocyte
Sedimentation Rate) diperkenalkan pertama kali oleh Westergern pada tahun 1921.
Jika darah dicampur dengan antikoagulan dan diletakkan secara vertikal, sel
darah merah akan mengendap secara gradual dengan angka pengendapan yang
ditunjukkan sebagai jarak (dalam milimeter) dimana eritosit jauh per unit
berdasarkan waktu. Pada kebanyakan orang normal, pengendapan berlangsung
lambat. Namun pada beberapa jenis penyakit, pengendapat berlangsung cepat dan
pada beberapa kasus, pengendapan berbanding lurus dengan beratnya suatu
penyakit. Pengukuran angka sedimentasi merupakan pemeriksaan laboratorium yang
mempunyai beberapa fungsi antara lain bertujuan mendeteksi proses keradangan
dan memonitor aktifitas atau perjalanan suatu penyakit.
Investigasi pada mekanisme
dititik beratkan pada pengendapan sel darah merah. Secara umum, laju
pengendapan darah dipengaruhi oleh faktor sel darah merah, komponen plasma dan
faktor teknis maupun mekanis.
Faktor
sel darah merah meliputi :
a. Agregasi sel darah merah
Kecepatan
pengendapan secara spontan dari sebuah benda bulat yang jatuh bebas ke dalam
cairan yang ditunjukkan oleh persamaan Stokes seperti berikut :
V : Kecepatan pengendapan
r :
jari-jari benda bulat
d1 :
kepadatan benda bulat
d2 : kepadatan
benda cair
g : kecepatan gravitasi
h :
viskositas cairan
Dengan mengganti
ac untuk r2 dan mengubah denominator menjadi 7,65 h.
Persamaan bisa dibuat untuk aplikasi pada benda yang berbentuk cakram yang
mempunyai radius “a” dan ketebalan “c” jatuh melalui plasma (Ponder)
ditunjukkan sebagai berikut :
Meskipun formula ini secara tidak langsung diaplikasikan untuk mengukur kecepatan eritrosit di plasma, namun menunjukkan beberapa hubungan yang relevan. Sebagai contoh, bahwa kecepatan pengendapan secara langsung sesuai dengan massa partikel yang diendapkan dan sesuai dengan perbedaan antara kepadatan partikel dan cairan.
b.
Jumlah sel darah merah
Ketika jumlah sel
darah merah per unit volume darh lebih besar atau lebih kecil dari normal, laju pengendapan darah akan berubah.
Pada anemia berat laju pengendapan darah sangat cepat disebabkan sedikitnya
jumlah sel darah merah yang mengendap dalam volume cairan yang lebih besar. Hal
ini berbeda dengan polisitemia.dengan persamaan alas an bahwa meningkatnya
kepadatan partikel yang akan mengendap cenderung menahan jatuhnya ke dasar
mengakibatkan laju pengendapan darah menjadi lebih lambat.
c.
Ukuran sel darah merah
Makrosit lebih
cepat mengendap sedangkan mikrosit lebih lambat dari pada sel darah merah
normal. Makrosit mempunyai massa partikel lebih besar dan meningkatkan
kecepatan pengendapan sehingga LED cenderung meningkat.
d.
Bentuk sel darah merah
Bentuk sel darah
merah yang sferis atau seperti bulan sabit mempersulit pembentukan rouleaux
sehingga laju pengendapan darah akan cenderung menurun. Penurunan laju endap
darah disebebkan oleh permukaan sel relative lebih luas dibandingkan berat sel.
Faktor
Teknis
Faktor yang sangat mempengaruhi
laju pengendapan darah yaitu faktor teknis. Nilai normal akan tampak berbeda
pada variasi metode akibat variasi dari diameter dan ketinggian tabung yang
dipakai . semakin tinggi tabung, semakin cepat pula tahap pertama dari laju
pengendapan karena tertundanya pengisian sel-sel darah pada dasar tabung.
Pengendapan yang cepat juga terjadi pada diameter tabung yang lebih besar.
Pemilihan tabung biasanya berdasarkan pada kemudahan pemakaian tabung
Westergern menjadi pilihan banyak peneliti. Untuk mengurangi jumlah volumen
darah yang diperlukan, diameter tabung harus lebih kecil dari tabung standart.
Perbandingan dari variasi tabung dan nilai normal laju pengendapan tampak pada
table tersebut :
Tabel 1. Perbandingan dan variasi tabung dan nilai
normal LED dengan berbagai macam metode.
Metode
|
Panjang tabung (mm)
|
Diameter (mm)
|
Volume (ml)
|
Harga Normal (mm/jam)
|
Standart Deviasi
|
Westergren
|
300
|
2,5
|
1,0
|
Laki-laki : 0 – 15
Wanita : 0
– 20
Anak-anak :0 – 10
|
± 1 mm
|
Cutler
|
70
|
5,0
|
1,0
|
Laki-laki : 0 – 15
Wanita : 0
– 20
Anak-anak :0 – 10
|
± 1 mm
|
Wintrobe
|
120
|
2,5
|
1,0
|
Laki-laki : 0 – 15
Wanita : 0
– 20
Anak-anak :0 – 10
|
± 1 mm
|
Landau-Adams (micromethode)
|
120
|
1,0
|
0,25
|
Laki-laki : 0 – 15
Wanita : 0
– 20
Anak-anak :0 – 10
|
± 1 mm
|
Smith (micromethode)
|
50
|
2,5
|
0,25
|
Laki-laki : 0 – 15
Wanita : 0
– 20
Anak-anak :0 – 10
|
± 1 mm
|
Pemasangan tabung yang baik
harus dipasang secara tegak lurus. Sedikit kemiringan akan mempengaruhi
kecepatan pengendapan. Kemiringan 3°
dapat menimbulkan kesalahan 30% (Cermin Dunia Kedokteran, Edisi 30). Hal ini
disebabkan karena tenggelamnya sel-sel pada satu sisi tabung. Kesalahan
pemasangan tabung yang tidak tegak lurus atau vertikal merupakan faktor yang
sangat mempengaruhi laju pengendapan darah. Di sisi lain tabung atau pipet
tidak boleh digoyang atau bergetar karena ini akan mempercepat pengendapan.
Penggunaan antikoagulan sangat
memungkinkan dapat mempengaruhi pola ukuran sel untuk mengubah laju pengendapan
darah. Tetapi sebenarnya penggunaan antikoagulan secara umum memberikan variasi
kecil jika konsentrasinya dikontrol.
Penggunaan antikoagulan yang
berlebihan dapat menyebabkan terjadinya degenerasi dan mengkerutnya sel darah
merah sehingga laju pengendapan cenderung menurun. Perbedaan rata-rata telah
ditemukan antara darah yang mengandung potasium oxalat kering dan pada darah
yang sama mengandung potasium dan amonium oxalat mencapai 2 mm per jam dengan
metode Westergren. Dengan standart deviasi ± 1 mm per jam dari metode ini.
Perbedaannya tidak signifikan. Heparin menyebabkan pengerutan sel dan campuran
doublé oxalete adalah yang terbaik. Pengguaan antikoagulan lebih berpengaruh
pada hematokrit dari pada laju pengendapan darah itu sendiri. Penggunaan sodium
atau potasium oksalat kering bisa mengerutkan sel darah merah hingga 11% dan membuat hematokrit 5% lebih rendah dari
pada darah yang mengandung heparin. Jumlah antikoagulan yang digunakan harus
diperhatikan dengan tepat. Bila darah yang diperiksa sudah mengalami pembekuan
sebagian, hasil pemeriksaan laju endap darah akan menjadi lebih lambat karena
sebagian fibrinogen sudah terpakai dalam pembekuan (Cermin Dunia Kedokteran,
edisi 30).
Variasi yang kecil dari
temperatur ruangan tidak berpengaruh besar pada laju endap darah. Namun ketika
terjadi perbedaan suhu yang cukup besar, laju pengendapan darah akan
dipengaruhi secara signifikan. Suhu optinum selama pemeriksaan adalah 20°C, suhu yang tinggi akan
mempercepat pengendapan dan sebaliknya suhu yang rendah memperlambat
pengendapan. Telah diketahui bahwa darah yang disimpan di lemari es, laju
pengendapan darah secara signifikan akan menurun hal ini disebabkan oleh
viskositas plasma yang meningkat.
Antikoagulansia
untuk Pemeriksaan Hematologi
Agar darah yang akan diperiksa
tidak sampai membeku dapat dipakai bermacam-macam antikoagulan. Tidak semua
macam antikoagulan dapat dipakai karena ada terlalu banyak berpengaruh terhadap
bentuk eritrosit atau leukosit. Antikoagulan yang dapat dipakai antara lain :
1. EDTA
(Ethylene Diamine Tetra Acetate), sebagai garam natrium atau kaliumnya.
Garam-garam ini mengubah ion kalsium dari darah menjadi bentuk yang bukan ion.
EDTA tidak berpengaruh besar terhadap morfologi eritrosit dan leukosit. Selain
itu, EDTA mencegah trombosit menggumpal, karena itu EDTA sangat baik dipakai
sebagai antikoagulanpada hitung trombosit. Tiap 1 mg EDTA menghindarkan 1 ml darah. Hindarkan EDTA
dalam jumlah berlebihan, bila dipakai EDTA lebih dari 2 mg per ml darah maka
nilai hematokrit menjadi lebih rendah dari sebenarnya.
EDTA sering
dipakai dalam bentok larutan 10% . Jika ingin menghindarkan terjadinya
pengenceran darah, zat kering boleh dipakai, akan tetapi perlu sekali
menggoyangkan wadah berisi darah dalam EDTA selama 1-2 menit karena EDTA kering
lambat melarut.
Batas
waktu pemeriksaan darah EDTA :
Pemeriksaan
dengan memakai darah EDTA sebaiknyadilakukan segera, hanya jika boleh disimpan
dalam lemari es (4°C). darah
EDTA yang disimpan pada 4°C
selama 24 jam memberikan nilai hematokrit yang lebih tinggi.
2. Heparin,
berfungsi seperti antitrombin. Dalam praktek sehari-hari heparin kurang banyak
dipakai karena harganya mahal. Tiap 1 mg heparin menjaga membekunya 10 ml
darah. Heparin boleh dipakai sebagai larutan atau dalam bentuk kering.
3. Natrium
sitrat dalam larutan 3,8%, yaitu larutan isotonic dengan darah. Dapat dipakai
untuk beberapa macam percobaan hemoragik dan untuk laju endap darah cara
Westergern.
4.
Campuran amoniumoxalat dan kaliumoxalat, menurut Paul
dan Heller yang juga dikenal sebagai campuran oxalate seimbang. Dipakai dalam
keadaan kering agar tidak mengencerkan darah yang diperiksa. Jika memakai
amoniumoxalat tersendiri eritrosit membengkak, kaliumoxalat tersendiri
menyebabkan eritrosit mengkerut. Campuran kedua garam itu dalam perbandingan 3
: 2 tidak berpengaruh terhadap besarnya eritrosit tetapi berpengaruh terhadap morfologi
leukosit.
Korelasi
Klinik
Laju pengendapan cenderung
konstan pada orang sehat. Pada bayi baru lahir laju pengendapan jarang melebihi
2mm per jam, ini dimungkinkan karena hematokrit yang tinggi. Anak-anak biasanya
mempunyai laju pengendapan yang lebih rendah dari pada orang dewasa. Selain
itu, ada perbedaan yang signifikan namun tidak bisa dijelaskan yaitu nilai laju
pengendapan antara wanita dan laki-laki. Wanita mempunyai rata-rata yang lebih
tinggi dari pada laki-laki. Di laboratorium cara untuk memeriksa laju endap
darah yang sering dipakai adalah cara Wintrobe dan cara Westergern. Pada
kehamialn, laju pengendapan mulai meningkat pada umur kehamilan 3 bulan dan
tetap meningkat sampai sekitar 3 minggu setelah kelahiran, hal ini disebabkan
karena kenaikan jumlah sel darah merah. Peningkatan juga sering ditemukan
sebelum dan saat menstruasi.
Secara umum seseorang bisa
memperkirakan kenaikan laju endap darah ketika ada penyakit infeksi dan
sejumlah nekrosis jaringan yang cukup signifikan. Pada infeksi virus laju
pengendapan biasanya normal, namun bisa meningkat jika diikuti dengan infeksi
bakteri. Pada apendisitis, 24 jam
pertama laju pengendapan tidak meningkat, namun selama tahap awal inflamasi
pelvis akut atau kehamialan ektopik yang pecah, laju pengendapan akan
meningkat. Pada infrak miokrad laju pengendapan meningkat tetapi normal pada
bagian angina pectoris, meningkat pada deman rematik, rematoid artritis dan
artritis pyogenik namun tidak pada osteoartritis. Secara umum laju oengendapan
pada pasien sirosis hepatitis normal dan kemungkinan meningkat pasien kanker
hati, terlebih jika nekrosis pada jaringan tumor (Milae JB, 1962). Selain itu,
nilai laju endap darah diatas 100mm per jam dapat dijumpai pada multiple meiloma diamana tingginya konsentrasi
imunoglobulin menyebabkan meningkatnya pembentukan rouleaux. Hal ini terjadi
pada penderita tuberculosis (Ronald A. Sacher, 1991).
METODE
PENELITIAN
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perbandingan hasil pemeriksaan laju
endap darah (LED) antara sampel darah segar dan darah yang disimpan selama 4
jam dan untuk melihat apakah darah yang disimpan selama 4 jam sudah menunjukan
perbedaan nilai LED yang signifikan dibandingkan menggunakan sampel yang
diperiksa secara langsung
Cara
Pengambilan Spesimen Darah Langkap
Alat
dan Bahan yag dibutuhkan
a. Torniket
Bisa berupa pipa karet yang
halus dengan diameter 2-5 mm atau bahan lainnya.
b. Alat suntik, yang terdiri dari:
Jarum Suntik
Panjang 30 - 40mm, Diameter :0,9 mm (20), 1,0 mm (19), 1,1 mm, 1,2 mm (18)
Mulut
jarum (Bevel) : Medium untuk sampling darah vena anak kurang tahun bisa dipakai jarum ukuran 23 (0,6 mm)
atau ukuran 25 (0,5 mm).
Tabung suntik (syringe)
Sesuaikan
dengan kapasitas pemakaian bisa dipilih 2,5 cc, 10 cc, 20 cc. Pada pemeriksaan
DL (darah lengkap) dibutuhkan tabung suntik atau siringe sebesar 2,5 cc. Untuk
pengumpulan darah vena, penyediaan alat suntik akan menjadi lebih praktis
apabila digunakan alat suntik sekali pakai (disposibel).
c. Tempat penampungan darah
Bisa
digunakan botol atau tabung dengan antikoagulan.
d. Bahan disifeksi
Alkohol
70% atau iodium tingtur.
Cara
Kerja LED Manual Cara Westergren
Alat
yang dibutuhkan
1. Pipet
Westergren dengan tanda 0-200, panjang 300 mm, dan garis tengah (diameter) 2,5
mm
2. Rak Westergren
3. Timer (pencatat
waktu)
Cara
Kerja
1. Mengocok darah dengan antikoagulan sampai merata,
kemudian menggunakan pipet westergren darah dihisap sampai nol.
2. Bila dengan EDTA harus diencerkan dengan
perbandingan 4 volume darah : 1 volume PZ. Untuk menghisap campurantersebut
digunakan karet penghisap.
3. Ujung tabung ditekan
menggunakan jari telunjuk kemudian meletakkannya pada rak Westergren.
4. Tabung harus diletakkan
secara tegak lurus, sebab daarah akan mengendap lebih cepat bila tidak diletakkan
tegak lurus.
5. Tinggi kolom plasma dibaca setelah 1 jam.
Populasi
penelitian ini adalah semua relawan yang telah diperiksa laju endap darah (LED)
DiKlinika Surabaya dan relawan Akadeni Analis Kesehatan Malang. Sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel yang mempunyai kriteria
sebagai berikut :
1. Relawan dari jenis kelamin laki-laki dan perempuan.
2. Bersedia ikut penelitian.
Dalam penelitian ini diambil
sebanyak 20 orang, sehingga dapat memenuhi persyaratan besar sampel minimal
respresentatif.
Pengolahan
Data
Data yang dikumpulkan di koding
dan diolah memalui komputer dengan program SPSS PC dengan versi 15,0
menggunakan uji statistik Paired-Sampel
Test. Selanjutnya disajiakan dengan tabel sesuai variable yang diinginkan
dan dikembangkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
penelitian
Dari data
20 sampel yang terdiri dari 6 orang dari jenis kelamin laki-laki dan 14 dari
jenis kelamin perempuan memberikan hasil pemeriksaan laju endap darah (LED)
secara manual dengan menggunakan metode Westergren seperti pada tabel 1
berikut.
Tabel
1. Nilai LED dengan sampel yang diperiksa secara
langsung dan setelah peyimpanan selama 4 jam.
NO
|
Jenis Kelamin
|
Hasil LED
Yang diperiksa
secara langsung (mm/jam)
|
Hasil
LED
Setelah
sampel disimpan selama 4 jam (mm/jam)
|
Keterangan
|
1
|
Perempuan
|
19
|
13
|
Menurun
|
2
|
Perempuan
|
30
|
19
|
Menurun
|
3
|
Perempuan
|
15
|
15
|
Tetap
|
4
|
Laki – laki
|
7
|
10
|
Meningkat
|
5
|
Perempuan
|
15
|
15
|
Tetap
|
6
|
Perempuan
|
19
|
17
|
Menurun
|
7
|
Laki – laki
|
12
|
14
|
Meningkat
|
8
|
Perempuan
|
8
|
5
|
Menurun
|
9
|
Laki – laki
|
4
|
4
|
Tetap
|
10
|
Perempuan
|
7
|
6
|
Menurun
|
11
|
Laki – laki
|
21
|
20
|
Menurun
|
12
|
Perempuan
|
10
|
11
|
Meningkat
|
13
|
Perempuan
|
16
|
16
|
Tetap
|
14
|
Laki – laki
|
7
|
6
|
Menurun
|
15
|
Perempuan
|
30
|
28
|
Menurun
|
16
|
Perempuan
|
41
|
43
|
Meningkat
|
17
|
Laki – laki
|
17
|
12
|
Menurun
|
18
|
Perempuan
|
13
|
15
|
Meningkat
|
19
|
Perempuan
|
21
|
17
|
Menurun
|
20
|
Perempuan
|
17
|
17
|
Tetap
|
Jenis
Kelamin
Dari 20
sampel yang diperiksa, didapatkan 6 orang dari jenis kelamin laki-laki (30%)
dan 14 orang dari jenis kelamin perempuan (70%). LED memakai sampel darah segar
yang diperiksa secara langsung memiliki nilai LED 7 mm per jam dimiliki oleh 2
sampel dari jenis kelamin laki-laki (33,3%) dan jenis kelamin perempuan
sebanyak 2 sampel (14,3%) dengan nilai LED 15 mm per jam.
Pada LED
yang diperiksa secara tidak langsung atau telah mengalami penyimpanan selama 4
jam, nilai LED yang paling sering muncul yaitu pada sampel yang mempunyai nilai
LED 14 mm per jam dimiliki oleh 2 sampel dari jenis kelamin laki-laki (33,3%)
dan dari jenis kelamin perempuan sebanyak 3 sampel (21.4%) dengan nilai LED 15
mm per jam.
Perbandingan
nilai LED setelah sampel disimpan selama 4 jam
Dari
semua sampel yang diperiksa didapatkan 8 sampel (25%) yang mengalami kenaikan
nilai LED dengan jumlah 2 sampel (33%) dari jenis kelamin laki-laki dan 3
sampel (67%) dari jenis kelamin perempuan. Didapatkan
juga 10 sampel (50%) yang mengalami penurunan nilai LED dengan jumlah 3 sampel
(30%) dari jenis kelamin laki-laki dan 7 sampel (70%) dari jenis kelamin
perempuan. Selain itu didapatkan pula sampel yang tidak mengalami kenaikan maupun
penuruanan LED sejumlah 5 sampel (25%) yaitu 1 sampel (20%) daru jenis kelamin
laki-laki dan 4 sampel (80%) dari jenis kelamin perempuan.
Pembahasan
Hasil
rata-rata pemeriksaan LED manual cara Westergren dari 20 sampel yang diperiksa
sacara langsung baik laki-laki maupun perempuan, didapatkan nilai mínimum 4 mm
per jam, nilai maksimum 21 mm per jam, standart deviasi ± 8,719 dan rata-rata
nilai LED 15,15 mm per jam. Sedangkan setelah sampel mengalami penyimpanan
selama 4 jam didapatkan nilai mínimum 4 mm
per jam, nilai maksimum 43 mm per jam, standart deviasi ± 9,168, rata-rata
nilai LED 16,45 mm per jam.
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan LED manual antara sampel
yang diperiksa secara langsung
dan setelah mengalami penyimpanan selama 4 jam.
dan setelah mengalami penyimpanan selama 4 jam.
Parameter
|
Sampel yang diperiksa secara langsung
|
Setelah sampel disimpan selama 4 jam
|
Nilai minimal LED
(mm/jam)
|
4
|
4
|
Nilai maksimal
LED
(mm/jam)
|
41
|
43
|
Nilai rata-rata LED
|
15,15
|
16,45
|
SD
|
±
8,719
|
±
9,168
|
Pengolahan
data ini menggunakan uji statistik Paired-Sampel T Test, didapatkan tingkat
kemaknaan (p) sebesar 0,0094% yang menunjukkan tidak adanya perbedaan yang
bermakna pada nilai LED jika bahan atau sampel disimpan selama 4jam
dibandingakan memakai sampel yang diperiksa secara langsung atau menggunakan
darah segar. Suatu hasil dikatakan bermakna jika tingkat kemaknaan kurang atau
sama dengan 0,05 (5%). Di sisi lain terlihat adanya variasi dari perbandingan
nilai LED antara sampel yang diperiksa secara langsung dan sampel dengan
penyimpanan selama 4 jam yakni didapatkan 5 sampel (25%) yang mengalami
kenaikan, 10 sampel (50%) mengalami
penurunan, dan 5 sampel (25%) yang tidak mengalami kenaikan maupun penurunan
dalam artian nilai LED menggunakan darah segar maupun darah yang disimpan
selama 4 jam tersebut tidak mengalami perubahan.
Keadaan
ini dapat terjadi karena Laju Endap Darah (LED) banyak dipengaruhi oleh
berbagai faktor diantaranya yaitu faktor sel darah merah, komponen plasma, dan
faktor teknis. Teori menyatakan bahwa pada darah yang disimpan atau tidak
segera diperiksa lebih dari 4 jam setelah pengambilan sampel, sel darah merah
akan mengalami perubahan bentuk menjadi lebih sferis dan sulit untuk membentuk
rouleaux (Solichul Hadi, 2011). Dengan demikian, pemeriksaan LED menjadi lebih
lambat dan mengakibatkan nilai LED cenderung menurun.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
Laju
Endap Darah (LED) merupakan pemeriksaan darah lengkap dalam pemeriksaan
hematologi rutin sederhana yang tidak spesifik namun masih umum digunakan
sebagai indikator penilai aktifnya suatu penyakit. LED adalah
suatu pemeriksaan yang masih sering dilakukan secara rutin karena pada
kenyataannya LED adalah tes laboratorium yang sederhana dan tidak tergolong
mahal, dikerjakan secara manual menggunakan metode Westegren yang digunakan
sebagai tolok ukur terjadinya infeksi dalam tubuh maupun memantau respon
terhadap terapi. Namun, LED banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
faktor sel darah merah, komposisi plasma, dan faktor teknik mulai dari ukuran,
jumlah, bentuk sel darah merah, plasma protein, suhu, ukuran dan posisi tabung,
waktu dan lain-lain. Secara klinik, faktor inilah yang menyebabkan LED adalah
suatu tes yang bisa dikatakan kurang spesifik dan sensitif. Jenis kelamin,
umur, kehamilan, obat-obatan dan merokok juga berperan dalam hal ini.
Pada
penelitian ini menunjukkan bahwa sampel yang disimpan selama 4 jam tidak
memberikan hasil yang bermakna, meskipun dalam teori disebutkan bahwa pada
darah yang disimpan atau tidak dikerjakan lebih dari 2 jam setelah pengambilan
sampel, LED cenderung menurun. Beberapa faktor yang telah disebutkan diatas
kemungkinan sangat mempengaruhi keadaan ini. Bentuk sel darah merah yang
berubah menjadi sferis dan sulit untuk membentuk rouleaux disebabkan karena
pada darah disimpan jumlah ATP atau energy dalam sel berkurang mengakibatkan
fungsi pompa Na+ - K+ dalam mempertahankan atau menjaga volume terganggu.
Pemasukan ion Natrium dan ion Kalsium ke dalam sel dan pengeluaran ion Kalium
keluar sel mengakibatkan osmosis air ke dalam sel.
Saran
Melihat hasil penelitian di
atas, jika kondisi tidak memungkinkan pemakaian sampel darah yang disimpan
selama 4 jam terpaksa boleh dipakai untuk pemeriksaan LED karena belum
memberikan hasil yang bermakna. Melakukan suatu penelitian tentulah perlu
diperhatikan dari segala aspek untuk memenuhi persyaratan dalam menentukan
kebenaran dan keberhasilan dari hasil penelitian. Faktor teknis maupun non
teknis haruslah diperhatikan mulai cara pengambilan sampel sampai cara
pengerjaan. Melihat banyaknya variasi dari hasil penelitian ini sebaiknya
jumlah sampel yang diteliti lebih diperluas. Dengan demikian, diharapkan
penelitian ini memberikan hasil yang lebih valid dan representatif.
DAFTAR
PUSTAKA
Bakta, I made. (2003). Hematologi Klinik Ringkas, (Jakarta : Penerbit buku : Kedokteran
EGC).
Beutler,
Ernest. (1995). Williams Hematology -5th
ed, (USA : Mc Graw – Hill Companies, Inc).
Dharma,
R, Immanuel, S danR, Wirawan. (2007). Penilaian
Hasil Pemeriksaan Hematologi Rutin, (Jakarta : Cermin Dunia Kedokteran).
Gandasoebrata, R. (1989). Penuntun Laboratorium Klinik (hal 8-10), (Jakarta : Dian Rakyat)
Guyton, Arthur C. (1997). Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran-Edisi 9. (Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC)
Harrison,
Tinsley Randolph. (2005). Principles of
Internal Medicine-16th ed. (America : McGraw-Hill Companies, Inc)
Mahanani,
Dwi Asih. (2002). Kapita Selekta
Hematologi-Edisi 4 (Hal7-8). (Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC)
Miale,
John B. (1962). Laboratory Medicine
Hematology. (USA : The C>V Mosby Company)
Solichul Hadi, S. (2001). Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Rutin Sederhana. (Laboratorium Patologi
Klinik Fakultas Kedokteran Airlangga Surabaya)
Sacher, Ronald A. (1991). Clinical
Interpretation of Laboratoru Test-10th ed. (USA : F. A. Davis Company)
Turgeon,
May Louise. (1993). Clinical Hematologi :
Theory and Procedures-2nd ed. (USA : Library of Congress)
Wintrobe,
Maxwell M. (1961). Clinical Hematologi-5th
ed. (USA : Lea and Febiger)
www.Google.com
“Pemeriksaan Hematologi Rutin-Cermin Dunia Kedokteran”
diakses pada tanggal 13 Oktober 2007
Riswanto,Laju Endap Darah ,http://labkesehatan.blogspot.com/2009/12/laju-endap-darah-led.html, 28 juni.