ANALISA
KANDUNGAN BORAKS PADA KERUPUK DI PASAR TRADISIONAL KABUPATEN MALANG TAHUN 2011
Oleh
Siti Zulaikah
Analis Kesehatan Akademi Analis Kesehatan Malang
INTISARI
Desain penelitian ini
menggunakan observasi eksperimental yaitu suatu penelitian untuk mengetahui ada
atau tidaknya boraks serta kandungan boraks yang terkandung pada kerupuk secara
kualitatif dengan metode pengabuan serta kuantitatif dengan metode titrasi asam
basa. Sampel yang diambil yaitu kerupuk di Pasar Tradisional Kabupaten Malang sebanyak
20 sampel yang diambil masing-masing 5 kerupuk dari empat pasar yaitu Pasar
gondanglegi, Pasar Krebet, Pasar Kepanjen dan
Pasar Turen.
Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa kerupuk yang positif mengandung boraks
sebanyak 40 % yaitu dari 20 sampel yang diperiksa terdapat 8 sampel yang
positif, antara lain 2 dari Pasar Gondanglegi, 1 dari Pasar Krebet, 2 dari
Pasar Kepanjen, dan 3 sampel dari Pasar Turen. Kandungan boraks tertinggi pada
sampel kerupuk dari Pasar Gondanglegi sebesar 16368
ppm artinya dalam 1 kg bahan pembuatan
kerupuk terdapat kandungan boraks
sebanyak 16368 mg, sedangkan yang paling rendah kerupuk yang berasal dari Pasar Kepanjen
adalah 3720 ppm artinya dalam 1 kg bahan pembuatan kerupuk terdapat boraks sebanyak 3720 mg.
Kata kunci : kerupuk,
boraks, bahan tambahan pangan.
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Bahan tambahan makanan merupakan suatu senyawa
kimia yang secara sengaja ditambahkan ke dalam makanan. Masyarakat maupun industri perlu memerhatikan
bahan tersebut dalam hubungannya dengan kemungkinan pemalsuan terhadap komponen
yang berkualitas rendah dan kemungkinan bahaya yang ditimbulkan oleh komponen
beracun dalam bahan pangan. Penggunaan bahan tambahan makanan bertujuan
meningkatkan dan mempertahankan nilai gizi, meningkatkan kualiatas, mengurangi
limbah, meningkatkan penerimaan konsumen, meningkatkan kualitas daya simpan,
membuat bahan makanan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi
bahan pangan.
Saparianto, Hidayati,2006, hal.251
Beberapa bahan tambahan makanan mempunyai pengaruh
yang kurang baik terhadap kesehatan manusia, karena itu pemerintah (Departemen
Kesehatan) telah mengatur/menetapkan
jenis-jenis bahan tambahan makanan yang boleh dan tidak boleh digunakan dalam
pengolahan makanan .Salah satu bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam
makanan adalah asam borat dan garamnya natrium tetraborat. Silaban, 2011.
Boraks merupakan garam Natrium (Na2B4O7 10H2O) yang banyak digunakan dalam berbagai
industri non pangan khususnya industri
kertas, gelas, pengawet
kayu, dan keramik. Gelas
pyrex yang terkenal
dibuat dengan campuran
boraks. Di Indonesia boraks merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang dilarang digunakan pada produk makanan,
karena asam borat
dan senyawanya merupakan senyawa kimia yang mempunyai
sifat karsinogen. Boraks sejak lama telah digunakan
masyarakat untuk pembuatan gendar nasi, kerupuk
gendar, atau kerupuk
puli yang secara tradisional di Jawa disebut
“Karak” atau “Lempeng”. Disamping itu boraks digunakan untuk industri
makanan seperti dalam
pembuatan mie basah,
lontong, ketupat, bakso bahkan dalam pembuatan kecap. Mengkonsumsi boraks
dalam makanan tidak secara langsung
berakibat buruk, namun sifatnya
terakumulasi (tertimbun) sedikit demi sedikit dalam organ hati, otak
dan testis. Boraks tidak hanya diserap melalui pencernaan namun juga dapat diserap melalui kulit. Boraks yang terserap dalam tubuh dalam jumlah kecil akan dikeluarkan melalui air kemih dan tinja, serta sangat sedikit melalui keringat.
Boraks bukan hanya menganggu enzim-enzim metabolisme tetapi
juga menganggu alat reproduksi pria.
Boraks yang dikonsumsi cukup tinggi dapat menyebabkan gejala
pusing, muntah, mencret,
kejang perut, kerusakan ginjal, hilang nafsu makan.(livoil,2008)
Penggunaan
boraks pada makanan bisa
memperbaiki tekstur makanan sehingga menghasilkan rupa yang bagus, misalnya bakso dan kerupuk.
Bakso yang menggunakan boraks memiliki kekenyalan khas yang berbeda dari kekenyalan bakso yang menggunakan banyak daging. Bakso yang mengandung boraks sangat renyah dan disukai dan tahan lama sedang kerupuk yang mengandung boraks kalau digoreng akan mengembang dan empuk, teksturnya bagus dan renyah.(Bambang,2008) Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah, adakah kandungan boraks pada kerupuk yang yang dijual di Pasar Tradisional Kabupaten Malang.
Bakso yang menggunakan boraks memiliki kekenyalan khas yang berbeda dari kekenyalan bakso yang menggunakan banyak daging. Bakso yang mengandung boraks sangat renyah dan disukai dan tahan lama sedang kerupuk yang mengandung boraks kalau digoreng akan mengembang dan empuk, teksturnya bagus dan renyah.(Bambang,2008) Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah, adakah kandungan boraks pada kerupuk yang yang dijual di Pasar Tradisional Kabupaten Malang.
TINJAUAN
PUSTAKA
Bahan Tambahan Pangan
1 Pengertian Bahan Tambahan Pangan
Bahan tambahan pangan (BTP)
adalah bahan atau campuran bahan
yang secara alami bukan merupakan bagian
dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan
untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan pangan. BTP ditambahkan untuk memperbaiki karakter
pangan agar kualitasnya meningkat. Pemakaian
BTP merupakan salah satu langkah
teknologi yang diterapkan oleh industri pangan
berbagai skala. Sebagaimana langkah teknologi
lain, maka risiko-risiko kesalahan dan penyalahgunaan tidak
dapat dikesampingkan. BTP pada umumnya merupakan bahan kimia yang telah diteliti dan diuji lama sesuai dengan kaidah
–kaidah ilmiah yang ada. Pemerintah telah mengeluarkan
aturan-aturan pemakaian BTP secara optimal. Dunia Veteriner http://duniaveteriner.com/2011/04/pengertian-bahan-tambahan-pangan/print,
diakses 1 oktober 2011
Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88
dijelaskan juga bahwa BTP adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai
makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan, mempunyai atau
tidak mempunyai nilai gizi yang sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk
maksud tekhnologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan,
pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan suatu
komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut. Sutjipto, http://halalhealth.multiply.com/journal/item/29/ Bahan_ Tambahan_Pangan, diakses 1 Oktober 2011
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, menjelaskan bahwa bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain, bahan pewarna, pengawet,
penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental,Medikasan, http://www.pipimm.org/index.php?pilih=hal&id=31, diakses 1 Oktober 2011
Penggunaan bahan tambahan pangan
dalam proses produksi
pangan perlu diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun
oleh konsumen. Dampak penggunaanya dapat berakibat positif
maupun negatif bagi
masyarakat. Penyimpangan dalam penggunaannya akan membahayakan
masyarakat. Di bidang pangan diperlukan sesuatu yang lebih baik untuk masa yang akan datang, yaitu pangan
yang aman untuk dikonsumsi, lebih bermutu, bergizi
dan lebih mampu bersaing
dalam pasar global. Kebijakan keamanan pangan (food safety) dan pembangunan gizi nasional (food nutrient) merupakan bagian integral dari kebijakan pangan
nasional, termasuk pengunaan bahan tambahan
pangan, Cahyadi, W,
2008
2.Tujuan Penggunaan Bahan Tambangan Pangan
Secara khusus tujuan penggunaan BTP yaitu mengawetkan makanan dengan mencegah
pertumbuhan mikroba perusak pangan atau mencegah terjadinya reaksi
kimia yang dapat
menurunkan mutu pangan, membentuk makanan menjadi lebih
baik, renyah dan lebih enak di mulut, memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga
menambah selera, meningkatkan kualitas pangan,
serta menghemat
biaya, Sutjipto, 2011
Ada dua alasan utama pengggunaan bahan tambahan, pertama karena ekonomi, misalnya makanan dengan
bahan dan bentuk
yang kurang bagus
dapat dibuat lebih menarik
dengan meniru produksi
yang lebih berkualitas. Kedua, adalah karena permintaan
publik, misalnya dalam masakan modern dimana bahan makanan dasar dimodifikasi.
3 Bahan Tambahan Pangan yang Diizinkan
Berdasarkan tujuan penggunaannya
dalam pangan, pengelompokan BTP yang diizinkan digunakan dalam makanan menurut
peraturan Menteri
Kesehatan RI
No.722/Menkes/Per/IX/88 adalah sebagai berikut:
1.
Pewarna, yaitu BTP yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan.
2.
Pemanis buatan, yaitu BTP yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan yang
tidak atau hampir tidak memiliki nilai gizi.
3.
Pengawet yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat terjadinya fermentasi,
pengasaman atau penguraian lain pada makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan
mikroba.
4.
Antioksidan yaitu BTP yang dapat memghambat atau mencegah proses oksidasi lemak
sehingga mencegah terjadinya ketengikan.
5.
Antikempal, yaitu BTP yang dapat mencegah menggumpalnya makanan serbuk, tepung
atau bubuk.
6.
Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, yaitu BTP yang dapat memberikan,
menembah atau mempertegas rasa dan aroma.
7.
Pengatur keasaman (pengasam, penetral dan pendapar), yaitu BTP yang dapat mengasamkan,
menetralkan dan mempertahankan derajat asam makanan.
8.
Pemutih dan pematang tepung, yaitu BTP yang dapat mempercepat proses pemutihan
atau pematangan tepung sehingga memperbaiki mutu pemanggangan.
9.
Pengemulsi, pemantap dan pengental, yaitu BTP yang dapat membantu terbentuknya
dan memantapkan system disperse yang homogen pada makanan.
10.
Pengeras yaitu BTP yang dapat memperkeras atau mencegah lunaknya makanan.
11.
Sekuestan, yaitu BTP yang dapat mengikat ion logam yang terdapat dalam makanan,
sehingga memantapkan aroma, warna dan tekstur.
12.
BTP lain yang termasuk bahan tambahan pangan tapi tidak termasuk golongan
diatas. Contohnya antara lain: enzim, penambah gizi dan humektan.
Tabel 1 Macam dan Contoh Bahan Tambahan Pangan yang Diizinkan
No
|
Macam BTP
|
Contoh
|
1
|
Pewarna
|
amaranth,
indigotine, dan nafthol yellow
|
2
|
Pemanis buatan
|
sakarin, siklamat dan aspartam
|
3
|
Pengawet
|
asam
asetat, asam propionat dan asam benzoat
|
4
|
Antioksidan
|
TBHQ
(tertiary butylhydroquinon)
|
5
|
Antikempal
|
kalium
silikat
|
6
|
Penyedap
rasa dan aroma, penguat rasa
|
monosodium
glutamate (MSG)
|
7
|
Pengatur
keasaman (pengasam, penetral dan pendapar)
|
agar,
alginate, lesitin dan gum
|
8
|
Pemutih
dan pematang tepung
|
asam
askorbat dan kalium bromat
|
9
|
Pengemulsi,
pemantap dan pengental
|
|
10
|
Pengeras
|
kalsium
sulfat, kalsium klorida dan kalsium glukonat
|
11
|
Sekuestan
|
asam
fosfat dan EDTA (kalsium dinatrium edetat).
|
Sumber:
Cahyadi W., 2008
Meskipun
banyak jenis BTP yang dapat digunakan
secara legal, namun pada kenyataannya masih
banyak para produsen makanan yang menggunakan bahan tambahan (additive) terlarang pada makanan terutama makanan kecil,
Dunia Veteriner, 2011.
Bahan Tambahan Pangan yang Tidak Diizinkan
BTP yang tidak
diizinkan atau dilarang
digunakan dalam makanan
menurut Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 adalah Natrium tetraborat (boraks), Formalin (formaldehyde), Minyak nabati yang dibrominasi (brominated
vegetable oils), Kloramfenikol
(chloramphenicol), Kalium
klorat (potassium chlorate), Dietilpirokarbonat
(diethylepirokarbonate DEPC), Nitrofurazon (nitrofuranzone), P- Phenetylkarbamida (p – pnenethylcarbamide, Dulcin, 4 -
ethoxyphenylurea ), Asam salisilat
dan garamnya, Cahyadi, W,
2008
Boraks
Gambar 1 Stuktur Kimia Boraks
(Sumber : Ra’ike, 2007)
(Sumber : Ra’ike, 2007)
(Sumber: Anne, 2011)
Komposisi dan bentuk asam borat
mengandung 99,0% dan 100% H3BO3. Mempunyai
bobot molekul 61,83 dengan B =
17,50% ; H = 4,88% ; O = 77,62%
berbentuk serbuk hablur kristal transparan atau granul putih tak berwarna dan tak berbau serta agak manis.
Senyawa asam borat ini mempunyai sifat-sifat kimia sebagai
berikut: jarak lebur sekitar
171°C, larut dalam 18 bagian air dingin,
4 bagian air mendidih, 5 bagian
gliserol 85% dan tak larut
dalam eter. Kelarutan dalam air bertambah
dengan penambahan asam klorida,
asam sitrat atau asam tetrat.
Mudah menguap dengan pemanasan dan kehilangan satu molekul airnya pada suhu 100°C yang secara
perlahan berubah menjadi
asam metaborat (HBO2). Asam borat merupakan
asam lemah dan garam alkalinya bersifat
basa. Satu gram asam borat larut sempurna
dalam 30 bagian air, menghasilkan larutan
yang jernih dan tak berwarna.
Asam borat tidak tercampur dengan alkali karbonat dan
hidroksida, Cahyadi, W, 2008
Kegunaan Boraks
Boraks
(boric acid) biasanya digunakan dalam industri gelas, porselin, alat pembersih,
dan antiseptik. Kegunaan boraks yang sebenarnya adalah sebagai antiseptik, obat
pencuci mata (boric acid 30%), salep (Boorzalf) untuk menyembuhkan penyakit
kulit, salep untuk mengobati penyakit bibir (Borax glicerin), dan (boric
acid) sebagai pembasmi semut,
Saprianto, 2006
Pengawet Boraks pada Makanan
Badan
Pengawasan Obat
dan Makanan
(BPOM) secara
rutin mengawasi pangan yang
beredar di Indonesia untuk memastikan
apakah pangan tersebut memenuhi syarat. Dari
hasil analisis sampel yang
dikirimkan oleh beberapa laboratorium Balai POM antara Februari 2001 hingga Mei 2003, dapat disimpulkan bahwa masih ada pangan olahan yang menggunakan bahan
kimia berbahaya, seperti Rhodamin
B, boraks, dan formalin. Berikut ini adalah data (food watch) tentang hasil survei pangan yang mengandung maupun
tidak mengandung bahan berbahaya, Food
Watch, www.pom.go.id/surv/events/foodwatch%201st%20edition.pdf,
diakses tanggal 25 September 2011
Tabel 2 Kandungan Boraks
Berdasarkan Jenis Pangan
Jenis pangan
|
Jumlah sampel yang dianalisa
|
Memenuhi syarat
|
Tidak Memenuhi syarat
|
Mie basah
|
117
|
81 (69%)
|
36(31%)
|
Bakso
|
77
|
60
(78%)
|
17(22%)
|
Makanan ringan
|
61
|
53 (87%)
|
8(13%)
|
Kerupuk
|
410
|
361(88%)
|
49(12%)
|
Mie kering
|
315
|
314
(>99%)
|
1(<1%)
|
Lainnya
|
242
|
224 (93%)
|
18(7%)
|
Total
|
1222
|
1093(89%)
|
129(11%)
|
Dampak Boraks Terhadap Kesehatan
Mengkonsumsi boraks dalam makanan
tidak secara langsung berakibat buruk, namun sifatnya terakumulasi (tertimbun)
sedikit-demi sedikit dalam organ hati, otak dan testis. Boraks tidak hanya
diserap melalui pencernaan namun juga dapat diserap melalui kulit. Boraks yang
terserap dalam tubuh dalam jumlah kecil akan dikelurkan melalui air kemih dan
tinja, serta sangat sedikit melalui keringat. Boraks bukan hanya menganggu
enzim-enzim metabolisme tetapi juga menganggu alat reproduksi pria. Boraks yang dikonsumsi cukup
tinggi dapat menyebabkan gejala pusing, muntah, mencret, kejang perut,
kerusakan ginjal, hilang nafsu makan.
Efek farmakologi dan toksisitas senyawa boron dalam
boraks merupakan bakterisida lemah. Larutan jenuhnya tidak membunuh
Staphylococcus aureus. Oleh karena toksisitas lemah sehingga dapat digunakan sebagai
bahan pengawet pangan. Walaupun
demikian, pemakaian berulang atau absorpsi berlebihan dapat mengakibatkan
toksik (keracunan). Gejala dapat berupa mual, muntah, diare, suhu tubuh
menurun, lemah, sakit kepala, rash erythermatous, bahkan dapat menimbulkan
shock. Kematian pada orang dewasa dapat terjadi dalam dosis 15 – 25 gram,
sedangkan pada anak dosisi 5 – 6 gram. Bahaya
Boraks terhadap kesehatan diserap melalui usus, kulit yang rusak dan selaput lender, Cahyadi W.,2008
Keracunan kronis dapat disebabkan oleh absorpsi dalam waktu lama. Akibat
yang timbul diantaranya anoreksia, berat
badan turun, muntah,
diare, ruam kulit, (alposia), (anemia) dan (konvulsi). Penggunaan boraks apabila
dikonsumsi secara terus menerus dapat mengganggu gerak pencernaan usus, kelainan pada susunan saraf, depresi dan kekacauan mental.
Dalam jumlah serta dosis tertentu,
boraks bisa mengakibatkan degradasi
mental, serta rusaknya
saluran pencernaan, ginjal, hati dan kulit karena boraks cepat diabsorbsi oleh saluran pernapasan dan pencernaan, kulit yang luka atau membran mukosa. Gejala awal keracunan boraks bisa berlangsung beberapa jam hingga seminggu setelah mengonsumsi atau kontak dalam dosis toksis.
Gejala klinis keracunan
boraks biasanya ditandai dengan hal-hal berikut:,Suparianto, 2006
a.Sakit
perut sebelah atas, muntah dan mencret
b.Sakit
kepala, gelisah
c.Penyakit
kulit berat
d.Muka
pucat dan kadang-kadang kulit kebiruan
e.Sesak
nafas dan kegagalan sirkulasi darah
f.Hilangnya
cairan dalam tubuh
g.Degenerasi
lemak hati dan ginjal
h.Otot-otot
muka dan anggota badan bergetar diikuti dengan kejang-kejang
i.Kadang-kadang
tidak kencing dan sakit kuning
j.Tidak
memiliki nafsu makan, diare ringan dan sakit kepala
k.Kematian.
Kerupuk
Karakteristik Kerupuk
Kerupuk
merupakan makanan yg dibuat dari adonan tepung dicampur dengan lumatan udang atau ikan, setelah
dikukus disayat-sayat tipis atau dibentuk dengan alat cetak dijemur agar mudah digoreng.
Kerupuk merupakan makanan yang banyak dsukai oleh orang tua dan muda. Di
Indonesia kerupuk dapat dijumpai pada makanan khas daerah tertentu. Banyak
industri rumah tangga yang membuat berbagai macam kerupuk karena bahan bakunya
murah dan mudah diperoleh serta hasilnya menguntungkan,
Purwaningsih, 2006
Penyalahgunaan Boraks pada Kerupuk
Disinyalir
produsen kerupuk menambahkan zat kimia berbahaya ke dalam adonan, Balai POM Bengkulu mengambil 132 sampel pangan seri pada
bulan april tahun 2009.
Terdiri atas kue, terasi, kerupuk, bakso dan mie basah di Kepahiang dan Kota
Bengkulu. Hasil pengujian lab, dari 132 sampel tersebut hanya 96 item yang
memenuhi syarat. Sisanya 36 item tersebut, 8 item diantaranya mengandung zat
kimia berbahaya seperti formalin, boraks, dan
zat warna rhodamin (pewarna K5), sedangkan 28 sampel lainnya bermasalah dari
segi higienitasnya. Kerupuk warna kuning dan berjalin termasuk dalam 8 item
yang mengandung zat kimia berbahaya. Hendaknya masyarakat lebih berhati-hati
mengkonsumsi kerupuk. Sebab meski sudah melalui serangkaian proses, bleng atau
boraks tidak akan hilang dan berbahaya bagi kesehatan. Penggunaan boraks di Bengkulu,
sudah dilakukan sejak lama. Pemerintah kesulitan melakukan penertiban atau
menghentikan penggunaan boraks. Karena produsen sudah terbiasa menggunakannya.
Ciri-ciri kerupuk yang mengandung boraks atau garam
bleng adalah memiliki tekstur yang sangat renyah dan ada rasa getir, Zulkifli, http://www.harianrakyatbengkulu.com/ ver3/mod.php? mod=publisher&op=viewarticle&cid=7&artid=3202,
diakses 1 oktober 2011.
METODE PENELITIAN
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
ada/tidaknya kandungan boraks pada kerupuk serta mengetahui kadar boraks pada
kerupuk yang dijual di Pasar Tradisional Kabupaten Malang.
Desain
penelitian ini menggunakan observasi eksperimental yaitu suatu penelitian untuk
mengetahui ada atau tidaknya boraks serta kandungan boraks yang terkandung pada
kerupuk secara kualitatif dengan metode pengabuan serta kuantitatif dengan
metode titrasi asam basa. Sampel yang diambil yaitu kerupuk di Pasar
Tradisional Kabupaten Malang sebanyak 20 sampel yang diambil masing-masing 5
kerupuk dari empat pasar yaitu Pasar gondanglegi, Pasar Krebet, Pasar Kepanjen dan Pasar
Turen.
Variabel
Penelitian terdiri dari Variabel
bebas pada penelitian ini adalah boraks dan variabel terikatnya adalah kerupuk.
Analisa terhadap data yang terkumpul
dilakukan secara deskriptif yang disertai dengan
tabel, narasi dan pembahasan serta diambil kesimpulan apakah kerupuk yang dijual di Pasar Tradisional Kota Malang memenuhi persyaratan untuk dikonsumsi sesuai dengan Permenkes
RI No.1168/Menkes/Per/IX/1999 tentang Bahan Tambahan Makanan
HASIL PENELITIAN
Hasil Pemeriksaan Boraks pada Kerupuk di Pasar
Tradisional Kabupaten Malang Tahun 2011
Hasil pemeriksaan kualitatif
boraks pada sampel kerupuk di Pasar Tradisional dilakukan di UPTD Laboratorium
Kesehatan Daerah, Dinas Kesehatan Kota Malang dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini
:
Tabel 3. Hasil
Pemeriksaan Kualitatif Boraks pada Kerupuk di
Pasar Tradisional Kabupaten Malang Tahun 2011.
No.
|
Lokasi Pengambilan Sampel
|
Kode Sl
|
Uji Kualitatif
|
|
Metode Gravimetri
|
Kertas Kurkumin
|
|||
1.
|
Pasar Gondanglegi
|
A1
|
Nyala api biru
|
(-) warna kuning
|
2.
|
A2
|
Nyala api biru
|
(-) warna kuning
|
|
3.
|
A3
|
Nyala api biru
|
(-) warna kuning
|
|
4.
|
A4
|
Nyala api biru kehijauan
|
(+) warna merah kecoklatan
|
|
5.
|
A5
|
Nyala api biru kehijauan
|
(+) warna merah kecoklatan
|
|
6.
|
Pasar Krebet
|
B1
|
Nyala api biru kehijauan
|
(+) warna merah kecoklatan
|
7.
|
B2
|
Nyala api biru
|
(-) warna kuning
|
|
8.
|
B3
|
Nyala api biru
|
(-) warna kuning
|
|
9.
|
B4
|
Nyala api biru
|
(-) warna kuning
|
|
10.
|
B5
|
Nyala api biru
|
(-) warna kuning
|
|
11.
|
Pasar Kepanjen
|
C1
|
Nyala api biru kehijauan
|
(+) warna merah kecoklatan
|
12.
|
C2
|
Nyala api biru
|
(-) warna kuning
|
|
13.
|
C3
|
Nyala api biru kehijauan
|
(+) warna merah kecoklatan
|
|
14.
|
C4
|
Nyala api biru
|
(-) warna kuning
|
|
15.
|
C5
|
Nyala api biru
|
(-) warna kuning
|
|
16.
|
Pasar Turen
|
D1
|
Nyala api biru kehijauan
|
(+) warna merah kecoklatan
|
17.
|
D2
|
Nyala api biru kehijauan
|
(+) warna merah kecoklatan
|
|
18.
|
D3
|
Nyala api biru kehijauan
|
(+) warna merah kecoklatan
|
|
19.
|
D4
|
Nyala api biru
|
(-) warna kuning
|
|
20.
|
D5
|
Nyala api biru
|
(-) warna kuning
|
Sumber data di olah
Berdasarkan Tabel
3 di atas dapat diketahui bahwa dari 20 sampel kerupuk yang diperiksa secara kualitatif menggunakan metode
gravimetri dan reaksi kurkumin, 8 sampel menunjukkan terbentuknya
nyala api warna biru kehijauan serta
terjadi perubahan warna kuning menjadi merah kecoklatan. Hal ini menunjukkan bahwa 8
sampel tersebut mengandung boraks. Dan pada 8 sampel yang positif mengandung boraks selanjutnya dilakukan pemeriksaan kuantitatif untuk mengetahui kadar dari
boraks tersebut.
Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Boraks pada Kerupuk di Pasar Tradisional
Kabupaten Malang Tahun 2011.
Hasil
pemeriksaan secara kuantitatif terhadap penggunaan boraks pada kerupuk menunjukkan bahwa
terdapat sampel kerupuk yang mengandung boraks dengan kadar yang bervariasi. Kadar boraks untuk masing-masing sampel dapat dilihat pada
tabel 4.
Tabel 4. Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Boraks Pada Kerupuk di Pasar Tradisional Kabupaten Malang
Tahun 2011
No.
|
Lokasi
Pengambilan Sampel
|
Kode Sampel
|
Volume titrasi
(ml)
|
Kadar Boraks
(p.p.m.)
|
1.
|
Pasar Gondanglegi
|
A1
|
-
|
-
|
2.
|
A2
|
-
|
-
|
|
3.
|
A3
|
-
|
-
|
|
4.
|
A4
|
3,3 ml
|
16368
|
|
5.
|
A5
|
1,15 ml
|
5704
|
|
6.
|
Pasar Krebet
|
B1
|
1,3 ml
|
6448
|
7.
|
B2
|
-
|
-
|
|
8.
|
B3
|
-
|
-
|
|
9.
|
B4
|
-
|
-
|
|
10.
|
B5
|
-
|
-
|
|
11.
|
Pasar Kepanjen
|
C1
|
0,75 ml
|
3720
|
12.
|
C2
|
-
|
-
|
|
13.
|
C3
|
2,25 ml
|
11160
|
|
14.
|
C4
|
-
|
-
|
|
15.
|
C5
|
-
|
-
|
|
16.
|
Pasar Turen
|
D1
|
1,2 ml
|
5952
|
17.
|
D2
|
1,5 ml
|
7440
|
|
18.
|
D3
|
2,4 ml
|
11904
|
|
19.
|
D4
|
-
|
-
|
|
20.
|
D5
|
-
|
-
|
Sumber data di olah
Jadi penambahan boraks sebanyak 5952 mg dalam 1
kg bahan pembuatan kerupuk.
·
Sampel D2 volume
titrasi 1,5 ml, perhitungannya sebagai berikut:
Kadar boraks =
1,5 ml x 12,4 mg x 1000 gr
2,5 gr
=7440 ppm
Jadi penambahan boraks sebanyak 7440 mg dalam 1
kg bahan pembuatan kerupuk.
·
Sampel D3 volume
titrasi 2,4 ml, perhitungannya sebagai berikut:
Kadar boraks =
2,4 ml x 12,4 mg x 1000 gr
2,5 gr
=11904 ppm
Jadi penambahan boraks sebanyak 11904 mg dalam 1
kg bahan pembuatan kerupuk.
Tabel
4. menunjukkan kadar boraks yang bervariasi dari ke empat lokasi tersebut. Kadar boraks yang tertinggi terdapat
pada sampel A4 yang berasal
dari lokasi Pasar Gondanglegi yaitu sebesar 16368 ppm dan kadar boraks yang terendah
terdapat pada sampel C1 yang
berasal dari Pasar Kepanjen yaitu sebesar 3720 ppm.
PEMBAHASAN
Penelitian ini mengenai ada tidaknya penggunaan boraks pada kerupuk. Penelitian dilakukan karena boraks sering
disalah gunakan sebagai bahan
tambahan pangan, padahal boraks tidak diizinkan
penggunaannya dalam makanan walaupun dalam jumlah kecil yang disesuaikan dengan Permenkes RI No.722/Menkes/Per/X/1999 tentang Bahan
Tambahan Pangan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, ditemukan boraks pada kerupuk yang
dijual di Pasar Tradisonal Kabupaten Malang dengan kadar yang berbeda.
Kerupuk yang mengandung boraks dari 20 sampel pada pemeriksaan kualitatif hasilnya diketahui sejumlah 8
sampel positif (40% dari jumlah sampel seluruhnya), selanjutnya diperiksa secara kuantitatif
menggunakan metode titrasi asam basa.
Penelitian ini sama halnya dengan analisis sampel yang
dikirimkan oleh beberapa laboratorium
Balai POM antara Februari 2001 hingga Mei 2003 bahwa
masih ada pangan olahan yang menggunakan
boraks, seperti halnya kerupuk, Food watch,
2004.
Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan boraks
telah menyebar di seluruh
Indonesia, untuk itu sebaiknya Dinas Kesehatan memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang
dampak penggunaan boraks
terhadap kesehatan agar masyarakat lebih hati-hati dalam memilih dan menggunakan bahan tambahan pangan.
Hasil pemeriksaan Boraks Secara Kualitatif
Berdasarkan pemeriksaan boraks secara
kualitatif pada kerupuk di UPTD Laboratorium Kesehatan Daerah, Dinas Kesehatan Kota
Malang,
diperoleh hasil bahwa di dalam 20 sampel kerupuk yang diperiksa
ternyata terdapat 8 sampel yang
mengandung boraks sebagai BTP pada kerupuk. Hal ini dibuktikan dengan adanya nyala api hijau pada metode gravimetri serta perubahan warna pada kertas kurkumin menjadi warna
merah kecoklatan. Kerupuk yang mengandung boraks tersebut diperoleh
dari empat lokasi penelitian, yaitu di Pasar Gondanglegi terdapat 2 sampel kerupuk, Pasar Krebet ada 1 sampel kerupuk, Pasar Kepanjen ada 2 sampel kerupuk,dan Pasar Turen ada 4 sampel kerupuk.
Pada
proses pembuatan kerupuk penambahan boraks
dilakukan pada adonan kerupuk, hal bertujuan untuk mendapatkan efek renyah dan empuk pada proses penggorengan, tekstur yang bagus dan renyah dibandingkan dengan kerupuk yang tidak diberi boraks sehingga
lebih menguntungkan bagi penjual. Ciri lain kerupuk yang mengandung
boraks yaitu apabila dimakan akan timbul rasa getir.
Selain itu garam/bleng yang digunakan untuk adonan ditengarai sudah
dicampur boraks. Harga boraks yang murah yang mudah
didapatkan di warung atau pasar serta lebih menguntungkan dari segi ekonomi,
menjadi alasan bagi produsen bebas menggunakannya sebagai
BTP pada kerupuk.
Semakin
tinggi tingkat penjualan
kerupuk yang mengandung boraks dalam satu hari,
semakin banyak pula masyarakat yang
akan terpapar oleh boraks tersebut. Meskipun
kerupuk yang dikonsumsi sudah digoreng, tidak berarti
bahwa boraks yang ditambahkan pada waktu pembuatan
kerupuk menjadi hilang,
karena dalam pemeriksaan untuk menentukan ada tidaknya boraks dengan metode pengabuan, sampel harus dibakar
terlebih dahulu sehingga
menjadi abu untuk mengetahui kandungan boraks pada kerupuk tersebut.
Hasil Pemeriksaan boraks Secara Kuantitatif
Pada
kerupuk yang positif
mengandung boraks selanjutnya dilakukan pemeriksaan kuantitatif dengan
metode titrasi asam basa untuk mengetahui kadar boraks pada kerupuk tersebut. Hasil titrasi
yang dijumpai yaitu perubahan warna menjadi merah muda yang tetap. Dari hasil pemeriksaan kuantitatif ditemukan kadar boraks yang tertinggi yaitu pada sampel A4 yang berasal dari Pasar
Gondanglegi sejumlah 16368 ppm artinya dalam 1 kg bahan pembuatan kerupuk terdapat kandungan boraks
sebanyak 16368 mg. Sedangkan kadar
boraks yang terendah adalah pada sampel C1 yang berasal dari Pasar Kepanjen sejumlah 3720 ppm artinya dalam 1 kg bahan pembuatan kerupuk terdapat boraks sebanyak 3720 mg. Kadar boraks yang terkandung pada kerupuk cukup tinggi dikarenakan
penambahan boraks yang dilakukan oleh produsen hanya melalui perkiraan sampai
kerupuk menjadi kenyal tanpa adanya takaran yang ditentukan. Di bawah ini
merupakan perbandingan persentase jumlah sampel yang positif mengandung boraks
pada empat lokasi
di Pasar Tradisonal Kabupaten Malang, yaitu Pasar Gondanglegi, Pasar Krebet,
Pasar Kepanjen, dan Pasar Turen.
Grafik 1 Perbandingan Persentase Sampel Positif Mengandung Boraks pada Pasar Tradisional Kabupaten Malang.
Grafik 1 menunjukkan bahwa keempat Pasar Tradisional di Kabupaten
malang yang diambil kerupuknya untuk diperiksa, ternyata semua menunjukkan
bahwa terdapat hasil kerupuk yang positif mengandung boraks meskipun persentase
masing-masing tempat tersebut berbeda. Seperti yang ditunjukkan pada gambar,
persentase tertinggi terdapat pada Pasar Turen 37,5 %, selanjutnya Pasar
Gondanglegi dan Kepanjen 25 %, dan Pasar Turen 12,5 %. Banyaknya penggunaan
boraks pada produsen kerupuk menunjukkan bahwa masih rendahnya pengetahuan
masyarakat Indonesia tentang bahaya penggunaan boraks bagi kesehatan.
Dampak
negatif boraks bagi tubuh dimana
pada dosis tertinggi
yaitu 10-20
gr/kg berat badan orang dewasa
dan 5 gr/kg berat badan
anak-anak akan menyebabkan keracunan bahkan kematian. Sedangkan dosis terendah yaitu
dibawah 10-20 gr/kg berat badan orang dewasa dan kurang dari 5 gr/kg
berat badan anak-anak, hati, lemak dan ginjal yang pada akhirnya
dapt menyebabkan kanker.
Manusia dengan berat badan 50 kg dapat meninggal
dunia jika mengonsumsi 5-25 gr boraks.
Gejala
awal keracunan boraks bisa berlangsung beberapa jam hingga seminggu setelah mengonsumsi atau kontak dalam dosis toksis.
Gejala klinis keracunan
boraks biasanya ditandai dengan
sakit perut sebelah
atas, muntah, mencret,
sakit kepala, penyakit kulit berat, sesak nafas dan kegagalan sirkulasi
darah, tidak nafsu makan,
dehidrasi, koma dan jika berlangsung terus menerus akan mengakibatkan kematian.
Walaupun boraks memiliki dampak yang sangat
berbahaya bagi tubuh,
tetap saja masyarakat menggunakan boraks sebagai BTP. Masih banyak
masyarakat Indonesia kurang mampu untuk membeli
makanan yang bermutu
tinggi dan memenuhi persyaratan. Hal ini disebabkan
karena tingkat ekonomi
masyarakat yang rendah dan
juga pengetahuan yang kurang sehingga kondisi inilah yang menyebabkan pedagang makanan
memproduksi
makanan dengan harga yang murah dengan menggunakan bahan-bahan yang berbahaya. Kurangnya
kepedulian pedagang terhadap keselamatan masyarakat menyebabkan banyaknya
penyakit yang timbul akibat mengonsumsi makanan yang
tidak memenuhi persyaratan tersebut.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan boraks pada kerupuk yang dijual di Pasar Tradisonal Kabupaten Malang maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Terdapat pedagang kerupuk di Pasar Tradisional
Kabupaten Malang menjual kerupuk yang mengandung boraks.
2. Berdasarkan hasil pemeriksaan di laboratorium diperoleh kadar boraks tertinggi dalam kerupuk sebesar 16368 ppm yaitu penambahan boraks sebanyak 16368
mg dalam 1 kg bahan pembuatan kerupuk pada sampel A4 yang berasal dari lokasi Pasar Gondanglegi dan kadar terendah sebesar 3720 ppm yaitu penambahan boraks sebanyak 3720 mg dalam 1 kg
bahan pembuatan kerupuk pada sampel C1 yang berasal dari lokasi Pasar Kepanjen. Dimana boraks
merupakan salah satu pengawet yang dilarang penggunaanya dalam makanan, tidak boleh digunakan walaupun
dalam jumlah kecil yang disesuaikan dengan Permenkes RI No.722/Menkes/Per/X/1999 tentang Bahan
Tambahan Pangan.
3. Ciri-ciri kerupuk yang mengandung borak dapat diketahui
dengan melihat tekstur kerupuk yang bagus dan renyah, dapat memberikan rasa getir, serta jika digoreng mudah mengembang dan
empuk.
Saran
1. Perlu
dilakukan penyuluhan tentang
dampak penggunaan pengawet
boraks dalam pembuatan kerupuk sebagai bahan
tambahan dalam makanan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Malang kepada para produsen sekaligus penjual kerupuk sebagai makanan yang selalu dijajakan kepada masyarakat.
2. Perlu
dilakukan pembinaan, pengawasan dan evaluasi secara berkala oleh Balai Pengawasan Obat dan Makanan khususnya kerupuk sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan dalam penggunaan bahan-bahan berbahaya sebagai bahan tambahan dalam makanan.
3. Perlu
dilakukan pengawasan terhadap
boraks agar tidak diperjual belikan secara bebas.
4. Perlu
dilakukan upaya pendidikan bagi masyarakat baik produsen dan konsumen makanan jajanan melalui
medi cetak dan elektronik tentang keamanan pangan.
5. Kepada
produsen sekaligus penjual
kerupuk sebaiknya menggunakan pengenyal alami pengganti boraks karena aman untuk
dikonsumsi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Bambang, (2008), Dampak
Penggunaan Formalin dan Borax, http://smk.putraindonesiamalang.or.id/dampak-penggunaan-formalin-dan-borax/, diakses 25 September 2011.
Cahyadi, W, (2008),
Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan
Tambahan Pangan, Bumi Aksara, Jakarta.
Dewan Standardidasi Nasional – DSN, (1991), Penentuan Kadar Borax dalam Makanan, SNI
01-2358-1991, UDC. 637.58.071546.332.
Duniaveteriner, (2011), Pengertian Bahan Tambahan Pangan, http://duniaveteriner.com/2011/04/pengertian-bahan-tambahan-pangan/print,
diakses 1 Oktober 2011.
Food
watch, (2004), Sistem Keamanan Pangan
Terpadu, Bahan Tambahan Ilegal-Boraks,
Formalin,dan Rhodamin B, www.pom.go.id/surv/events/ foodwatch%201st%20edition.pdf,
diakses tanggal 25 September 2011.
Medikasari, Bahan
Tambahan Pangan, http://www.pipimm.org/index.php?pilih=hal&id=31, diakses 1 Oktober 2011.
Nasution, Anisyah, (2009), Analisa Kandungan Boraks pada Lontong di Kelurahan Padang BulanKota
Medan Tahun 2009, repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17797/7/Cover.pdf,
diakses tanggal 25 September 2011.
Notoatmodjo, Soekidjo, (2002), Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.
Oliveoil, (2008), Formalin
dan Boraks, http://oliveoile.wordpress.com/2008/01/07/formalin-boraks/, diakses 25 September 2011.
Purwaningsih, (2006), Kerupuk
dari Nasi Aking (Gendar), Azka Press, Jakarta.
Saparianto, Hidayati, (2006), Bahan
Tambahan Pangan, Ed. II, Kanisius, Yogyakarta.
Silaban, (2011), Uji
Sederhana Boraks, http://abdisilabanedison.blogspot.com/2011/01/uji-sederhana-boraks.html, diakses tanggal 25 September 2011.
Sucipto,
(2008), Bahan Tambahan Pangan, http://halalhealth.multiply.com/ journal/item/29/ Bahan_Tambahan_Pangan, diakses 1 Oktober 2011.
Zulkifli,
(2011), BPOM Temukan Kerupuk Berboraks,
http://www.harianrakyat bengkulu.com/ver3/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=7&artid =3202, diakses tanggal 1 oktober 2011.